Iwan Simatupang, yang memiliki nama lengkap Iwan Martua Donga Simatupang merupakan salah satu tokoh sastra Indonesia yang aktif di tahun 60-an. Beliau lahir pada tanggal 18 Januari 1928, di Sibolga Sumatera Utara. Iwan Simatupang dikenal sebagai pembawa angin baru dalam kesusatraan Indonesia, karena beliau menulis karya-karya yang sifatnya inkonvelsional. Beliau juga dikenal sebagai seorang novelis, penyair, dan esais Indonesia, karena telah banyak menulis novel, puisi dan juga sajak selama hidupnya. Salah satu karyanya yang popular adalah novel yang berjudul Ziarah.
Ziarah, novel karya Iwan Simatupang merupakan salah satu novel sastra bergenre fiksi sejarah, atau banyak juga yang mengatakan bahwa genre dari novel ini adalah eksistensime yang penuh absurditas, berisi 226 halaman, pertama kali diterbitkan oleh penerbit Djambatan, pada tahun 1966. Beberapa tahun setelah Iwan Simatupang wafat, novel Ziarah ini mendapatkan penghargaan sebagai Novel Roman Terbaik Asean pada Tahun 1977. Novel Ziarah terkenal dengan plot ceritanya yang membingungkan dan beberapa keunikannya yang jarang ditemukan pada novel-novel lain. Novel ini mengisahkan tentang ziarah sang penulis kepada istrinya yang telah meninggal dunia.
Novel ini juga mendapatkan banyak pujian dari beberapa tokoh satra Indonesia, seperti H.B. Jassin, dalam suratnya kepada Iwan Simatupang mengatakan bahwa "Tentang Ziarah saudara, saya merasa kagum dan menganggapnya perlu menerbitkan segera. Karena akan membuka halaman baru pula dalam kesusastraan Indonesia seperti halnya tempo hari dengan puisi Chairil Anwar". Gayus Siagian, sang Kritikus Sastra juga mengatakan bahwa "Novel parodi dan satire yang sangat instan dengan tema yang sangat sederhana, tetapi memerlukan pengetahuan psikologis dan intelek untuk menangkapnya".
Cerita ini dimulai ketika sang tokoh utama (mantan pelukis) yang kejiwaannya terganggu karena ditinggalkan oleh sang istri. Hal tersebut membuat sang mantan pelukis ini dikenal sebagai orang yang sering mabuk dan meraung-raung tak jelas, memanggil Tuhannya, meneriakkan istrinya yang telah tiada, kemudian tertawa-tawa keras seperti orang gila. Anehnya, ia tidak pernah tau di mana letak kuburan istrinya tersebut, karena mantan pelukis ini tidak tahu apa-apa tentang istrinya, maka pada hari wafatnya sang istri, proses penguburannya dipersulit karena tidak memiliki surat penguburan yang sah. Sehingga ia tidak pernah berziarah atau mengunjungi tempat peristirahatan terakhir istrinya itu. Sejak ditinggalkan oleh istrinya, ia tidak mau melukis lagi dan memilih untuk melanjutkan hidupnya sebagai buruh cat dan pengapur rumah warga. Sebagai buruh ia memiliki prinsipnya sendiri dalam bekerja, yang juga diketahui oleh hampir semua orang, yaitu ia tidak mau bekerja lebih dari lima jam, atau sebelum petang ia akan menghentikan pekerjaanya.
Meskipun demikian, sebelum menikah dengan istrinya, ia adalah seorang pelukis tershoro yang sangat terkenal di negerinya. Karena ketenaran karya lukisnya, ia mendadak menjadi seorang jutawan sebab seorang wanita asing membeli salah satu hasil karyanya. Sejak saat itu, ia kebingungan, memikirkan bagaimana cara untuk menghabiskan uang yang ia punya, akhirnya ia memutuskan untuk tinggal di holet, berpindah-pindah dari satu hotel ke hotel lainnya, hingga tiba di mana dia sudah sangat bingung dan memilih untuk bunuh diri dengan cara melompat dari salah satu kamar hotel. Namun, bukannya mati ketika melompat, ia malah menimpa soeorang gadis cantik yang kemdian dinikahkan dengannya oleh seorang Brigadir Polisi di kantor catatan sipil. Sang mantan pelukis itu sangat bahagia setelah menikah dengan istrinya, walaupun ia tak tahu apapun mengenai istrinya tersebut, hingga istrinya meninggal dunia. Dan saat itulah, sang mantan pelukis akhirnya mulai bekerja sebagai tukang cat dan pengapur rumah warga Kotapraja.
Kemudian, pada suatu hari ia bertemu dengan seorang Opseter pekuburan yang memintanya untuk mengapur dinding-dinding di area pekuburan. Awalnya Opseter pekuburan tersebut berpikir bahwa sang mantan pelukis ini mungkin saja menolak mentah-mentah permintaannya, karena dari rumor yang beredar, sang mantan pelukis tidak pernah mau mendatangi area pekuburan terlebih sejak istrinya meninggal dunia. Tapi ternyata mantan pelukis ini menerima tawaran sang Opseter untuk melakukan pekerjaan mengapur dinding-dinding kuburan itu, tentunya sang opseter sangat terkejut karena dengan mudahnya ia menerima tawaran pekerjaan tersebut. Maka saat itu pula mereka membuat perjanjian dengan syarat yang diajukan mantan pelukis seperti biasa, yaitu ia tidak mau bekerja lebih dari lima jam, kemudian menerima upah, dan pulang sebelum waktu petang. Keesokan harinya mantan pelukis memulai pekerjaannya untuk mengapur dinding-dinding kuburan, dengan sang Opseter yang mengawasinya lewat celah-celah jendela rumah dinasnya yang berada di aera pekuburan tersebut. Sang Opseter berpikir mungkin saja akan terjadi sesuatu selama mantan pelukis bekerja, atau terjadinya hal-hal ganjil dan semacamnya, tetapi setelah beberapa hari mengawasinya tidak terjadi hal aneh apapun dengan sang mantan pelukis tersebut.
Hingga hari-hari berlalu, mantan pelukis ini tidak juga menunjukkan hal-hal aneh yang terjadi pada dirinya, yang membuat sang Opseter pekuburan itu kesal, karena hal yang ia harapkan terjadi, malah tidak terjadi. Setelah memulai pekerjaan sebagai pengapur kuburan, sifat mantan pelukis ini kembali menjadi normal seperti sebelum ia ditinggal istrinya. Akan tetapi, hal tersebut malah membuat semua masyarakat di Kotapraja menjadi takut dan gelisah, karena keanehan yang terjadi pada sang mantan pelukis, padahal sebenarnya hal tersebut merupakan hal biasa yang malah dianggap tidak biasa oleh warga Kotapraja. Sampai pada suatu hari, sang Walikota Kotapraja pun turut resah karena melihat masyarakatnya seperti itu, dan pada akhirnya ia sendiri yang turun untuk menemui sang mantan pelukis dan opseter. Ia datang ke rumah dinas Opseter, membawa surat pemberhentian Opseter, untuk berhenti dari jabatannya, namum Walikota tersebut mati karena kata-kata Opseter tentang proporsi.
Kemudian, ada satu hari di mana sang mantan pelukis ini bergegas pulang yang membuat Opseter pekuburan terheran dan kemudian mendatanginya dan bertanya apa yang terjadi pada mantan pelukis tersebut. Ternyata sang mantan pelukis ini mengatakan bahwa ia ingin berhenti bekerja, Opseter jelas kebingungan, tetapi akhirnya mantan pelukis menjelaskan bahwa ia mengetahui alasan mengapa sang Opseter mempekrjakannya, yaitu selain untuk kepentingan sang Opseter sendiri, Opseter juga ingin agar sang mantan pelukis ini menziarahi makam istrinya. Setelah itu, sang Opseter ditemukan gantung diri di rumah dinasnya. Sayang sekali, sangat sedikit kepedulian dari pegawai-pegawai pekuburan pada sang Opseter, sehingga proses penguburan sang Opseter berlangsung sangat cepat. Setelahnya, mantan pelukis bertemu dengan Maha Guru dari Opseter yang kemduian menceritakan riwayat Opseter semasa hidupnya. Hingga akhirnya sang mantan pelukis pergi ke balai kota untuk melamar pekerjaan sebagai Opseter pekuburan agar ia dapat  terus berziarah kepada mayat istrinya tersebut.
Ada beberapa keunikan yang terdapat pada novel ziarah ini, salah satunya adalah plot ceritanya yang membingungkan. Terjadi perubahan alur cerita yang sangat cepat dari satu bab ke bab yang lainnya, dan juga perubahan nasib yang sangat cepat  terjadi kepada tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita ini. Hal inilah yang sangat mungkin membuat para pembaca menjadi bingung ketika membaca novel ini, karena alurnya yang maju-mundur tidak beraturan seperti novel kebanyakan. Kemudian watak penokohan, tokoh-tokoh yang ada dalam cerita ini dibuat sesuai dengan karakteristik dan watak manusia pada umumnya, di mana setiap manusia memiliki sisi baik dan buruknya masing-masing.
Keunikan lainnya terdapat pada penokohan dalam novel ini, di mana semua tokoh tidak memiliki nama yang pasti. Dalam novel ini tokoh-tokohnya hanya disebut sebagai Mantan Pelukis, Opseter Pekuburan lama dan baru, Mandor, dan Walikota, tidak disebutkan namanya. Bahkan karena hal tersebut, diceritakan bahwa sang mantan pelukis ini tidak pernah berziarah ke makam istrinya, selain karena ia tidak mengetahui letak kuburan istrinya dan kuburannya yang sudah dibongkar oleh para tukang, ia juga tidak tahu nama istrinya sendiri.
Namun, ada pula kekurangan dari novel ini, yaitu novel ini tidak cocok untuk para pembaca yang hanya mencari hiburan, karena alurnya yang membingungkan dan banyak bahasa yang cukup sulit untuk dipahami jika hanya membacanya sekilas.