Part 3
Suasana semakin rusuh saat para provokator membakar sebuah halte di jam 4 sore. Djody dan kordinator aksi lainnya memberi intruksi kepada massanya untuk mundur perlahan dan mempererat border. Egi meneriaki dan menyumpahi polisi-polisi yang mulai bergerak maju. Situasi yang berubah penuh dengan asap dan matahari mulai terbenam membuat seluruh massanya Djody dan teman-teman harus kembali ke bus masing-masing. Sherine dan perempuan bercadar itu memilih untuk mencari masjid terdekat sebelum menuju bus, karena takut waktu sholat Ashar terlupakan. Perempuan bercadar itu bertanya pada tukang cangcimen keliling sehingga mereka menemukan mushola yang berada di dalam sebuah kantor, berdekatan dengan kamar mandi umum. Perempuan bercadar itu mengambil wudhu terlebih dahulu sebelum Sherine. Ketika Sherine selesai sholat, perempuan bercadar itu tidak ada di dalam ataupun di luar mushola. Sherine yang mencarinya dan tidak menemukannya merasa gelisah. Ia bingung bagaimana bisa perempuan bercadar itu tidak menunggunya sampai selesai sholat sedangkan ia hanya terbawa olehnya.Â
Meskipun mereka hanya bertemu di dalam barisan perempuan pendemo dan tidak saling berkenalan, namun Sherine percaya terhadap perempuan bercadar itu. Setelah Sherine keluar mencari-cari dan mencoba bertanya ke ibu penjaga warung disamping mushola, ia hanya meraung-raung dengan suara tidak jelas yang membuat ibu tersebut kesulitan mencerna maksudnya, namun ibu tersebut memberikan sedikit informasi, "Neng cari perempuan bercadar hitam tadi yang jalannya bareng kesini? kalo gak salah dia lari tadi pas diteriakin sama temennya di ujung gerbang situ." kata ibu penjaga warung sambil menunjuk gerbang kantor tersebut.
Sherine berjalan sendirian mencari seseorang yang mungkin ia kenal. Matahari sudah sangat tenggelam diujung barat. Polisi semakin bertebaran dimana-mana. Dan beberapa mahasiswa dikejar dan ditangkap polisi dengan cara yang brutal. Mahasiswa melemparinya dengan semua sampah jalanan dan ada yang sampai membawa atribut galon untuk aksi tidak terduga tersebut, sementara polisi membuat benteng pertahanan dan bergerak maju bersamaan untuk mengosongkan lokasi tersebut dari para massa demostran.Â
Sherine menangis karena sangat gelisah melihat semuanya secara langsung. Ia sangat ketakutan. Dan ia tidak bisa mengutarakannya. Sherine bersembunyi di dalam kantor yang sudah mulai tutup, namun Pak Satpam tidak melihat ada yang masuk setelah gerbang akan dikunci. Sherine ingin pulang, dan tidak mau melihat kerusuhan lagi. Namun tidak ada yang datang untuk membawanya pulang, atau sekedar menunjukannya arah pulang. Tidak ada yang mengerti maksudnya, tidak ada yang tau siapa ia, dan tidak ada orang disekitarnya.Â
Semua perempuan yang berada dalam barisan sudah menemukan bus masing-masing, beserta mahasiswa yang konvoi dengan motor sudah mendekati titik parkiran. Djody yang diajak ikut pulang ke kampus dengan mobil komando itu menolak, ia teringat sesuatu yang terlupakan. Lalu ia mencari dimana perempuan itu berada, atau sudah masuk ke dalam bus yang mana, namun setelah mulai mencari di dalam bus-bus yang telah disewakan, ia teringat bahwa perempuan itu tidak ia berikan tanda pengenal. Djody memegang kepalanya dengan dua tangannya, "Sialll, gimana nyarinya.."Â
Sherine yang terperangkap di dalam sudut kantor tutup tersebut hanya menundukan kepalanya didalam kedua belah kaki yang ia tekuk. Ia masih menangis, namun tanpa suara. Ia hanya bisa berdoa dan berharap akan kedatangan Djody yang hanya ia kenal. Tak lama ibunya menelepon Sherine. Ketika ia ingin mengangkatnya, sinyal dilokasi tersebut sangat buruk, dan mulai kehilangan jaringan. Sherine meraung-raung dan memukul kepalanya dengan handphone yang ia pegang. Ia sedikit tantrum, dan gelapnya kantor tersebut membuatnya sangat takut. Aroma kegelapan yang pernah ia rasakan saat masa-masa dibully di bangku sekolah membuatnya ingin meram cukup lama.
Dengan segala cara Djody mencari Sherine baik di dalam bus-bus dan disekitarnya, hingga ia bertanya pada tukang cangcimen yang tadi sore sama-sama ditanyakan oleh perempuan bercadar itu. Tukang cangcimen itu teringat bahwa kebanyakan perempuan menanyakan kepadanya soal mushola terdekat, sehingga tukang cangcimen pun memberikan arah menuju mushola, "Itu dikantor gelap itu cuma sekarang udah tutup.." Djody juga melihat kearah kantor tersebut, namun lanjut tukang cangcimen "Coba aja kesitu bang kali aja temen-temennya masih disitu." Akhirnya Djody berjalan menuju kantor gelap tersebut.Â
Djody menggedor gerbang kantor tersebut dengan maksud menjadi pertanda agar orang di dalam sana mendengar. Kantor tersebut sangat gelap. Djody mengintip sudut-sudut halaman dan koridor kantor. Ia merasakan feeling yang kuat bahwa Sherine pasti masih ada disini, maka dari itu ia mencoba memanjat gerbang tersebut. Djody berjalan pelan-pelan sambil menghidupkan senter handphonenya. Dengan sedikit memanggil nama Sherine dalam bisikan. Lalu tepat di belakang mushola kantor tersebutlah Sherine berada. Dalam keheningan ia mendekati Sherine, juga memanggil dengan nada lembut "Sherine.. bangun Sherine". Djody sangat yakin itu Sherine karena ia masih ingat pakaian dan kerudung apa yang ia pakai saat menggambar pagi tadi.Â
Sherine yang hampir hilang kesadaran karena kelelahan, melihat cahaya diatas kepalanya. Matanya membelalak dan sedih. Segera ia berdiri, melihat wajah Djody diantara terangnya lampu senter di malam hari. Sherine langsung memegang tangan Djody, dan Djody pun membawa Sherine keluar dari kantor gelap tersebut. Namun Djody dan Sherine bingung caranya untuk memanjat gerbang tinggi tersebut. Baginya itu akan mudah ia lalui, namun Sherine apakah mampu memanjat gerbang apalagi ia memakai rok panjang, pikir Djody. Sherine mencoba mendorong-dorong gerbang, dan ia melihat tidak ada orang yang berlalu lalang lagi didepannya. Ia pikir juga jalan satu-satunya untuk keluar ialah dengan memanjat, maka ia pun mulai memanjat tanpa aba-aba Djody. "Sher, kamu ngapain? kamu bisa jatuh nanti!". Sherine yang sudah hampir setengah dari gerbang tersebut melihat Djody dan memberikan kode untuk mengikutinya. Djody yang setengah terkejut pun terburu-buru memanjat gerbang juga.Â
Setelah berhasil keluar dari kantor tersebut, mereka berjalan menuju parkiran. Djody memakai helm dan menyuruh Sherine naik secepatnya. Polisi mulai bertindak anarkis di berbagai tempat. Djody mengebut menuju jalur kampusnya. Sherine yang melihat kearah Djody mulai tersenyum, kemudian menundukan kepalanya. Namun beberapa saat mereka berhenti di sebuah tempat penjual nasi goreng. Djody berkata, "Mang saya yang biasa ya, sama satu lagi, sebentar ya mang.." Djody mendekati Sherine, "Kamu mau pedes atau manis?" sambil memberikan analogi jari telunjuk menandakan pedas dan jari manis menunjukan arti manis. Sherine menelunjuk jarinya. "Oke kalo gitu..." "Mang yang satu lagi pedes ya". Mang Yasin si tukang nasi goreng andalan Djody pun mengiyakan.Â