Pada siang hari sabtu, seorang perempuan tuna wicara bernama Sherine berlari terburu-buru menuju koridor kampus. Ia ingin berniat mendaftarkan diri mengikuti perlombaan melukis Moderasi Beragama yang diadakan secara nasional pekan depan oleh pihak kampus islam tersebut dan bekerjasama dengan kementerian agama RI. Sherine yang telat mendatangi biro akademik untuk meminta formulir pendaftaran sangat sedih dan kecewa, karena kata biro akademik "Seharusnya kamu datangnya kemarin, hari ini udah gak menerima, kamu kan tau pendaftarannya udah lewat, saya gak bisa kasih formulir lagi!." Dengan nada tinggi biro akademik itu mengatakannya membuat Sherine yang tidak bisa menjawab dengan jelas dan memaksa, ia hanya bisa menangis. Ia berpikir kenapa ia baru diberitahu pagi tadi ketika seharusnya ia banyak waktu yang ia punya, kenapa Pak Kaprodi baru memberitahunya sekarang, lalu Pak Kaprodi hanya menyuruhnya hari ini ke kampus dan mengecek apakah masih bisa untuk mendaftar. Sherine yang keluar dari ruang biro akademik lalu berjalan gontai menuju taman. Ia lalu mengeluarkan buku gambar estetiknya dan sebuah pencil, yang dengan cara itu ia bisa mengutarakan perasaanya. Saat Sherine sedang mengarsir gambarnya sambil menangis, tiba-tiba seorang pemuda berbaju kotak-kotak abu-abu dan tas naga Night Flurry duduk disampingnya. Tidak begitu dekat jaraknya mereka namun diantara banyaknya bangku taman yang masih kosong, pemuda itu duduk didekatnya. Pemuda itu bernama Djody, ia juga tampak kesal dan pusing. Sherine yang hanya melirik ke arah kanan matanya tidak mau dirinya kelihatan menangis, ia pun menunduk. Djody yang baru menyadari adanya perempuan di dekatnya kemudian melirik lukisan yang dibuat Sherine. "Gambar kamu bagus ya..".Seketika Sherine pun berlari menjauh darinya. Djody yang merasa dirinya ingin menghibur orang lain malah semakin bingung tentang hari yang sial ini, "Damn.. semua cewek sama aja!"
Kemudian di kantin umum, Djody melihat Sherine membeli air mineral yang sudah terpajang didepan meja. Ia bersama teman-temannya sedang memesan makanan dan kopi yang biasa mereka beli. Sherine duduk sendirian dan mengeluarkan handphonenya, membuat gambar di salah satu aplikasi art. Ia mencoba memberi makanan dengan hanya menunjuk sebuah gambar, saat ditanya pelayan kantin, ia hanya mengangguk. Djody asik berdiskusi dengan teman-temannya mengenai rencana aksi demo Revolusi Dikorupsi pada jumat depan nanti. namun matanya seketika menatap Sherine yang duduk seorang diri, tidak punya teman dan tidak ada yang menemani. Djody dengan rasa tidak enak hati atas pujiannya kemarin kemudian mencoba mendekati Sherine. "Maaf ya..untuk kemarin." Sherine yang menunduk langsung menatap wajah Djody. Mata mereka pun bertemu, dan Sherine secepatnya menunduk lagi. Mau bagaimanapun bukan seorang Djody namanya kalau tidak bisa membuat orang lain tertarik padanya. Ia lalu duduk disamping Sherine. "Kamu pesan apa?.. oiya kita belum kenalan, saya Djody." Ia pun mengulurkan tangannya, namun Sherine tetap menunduk. Ia punya trauma yang mendalam pada saat dibangku sekolah dimana ada seorang ketua kelas yang keren mendekatinya sembari membantunya untuk dapat mengikuti pelajaran kelas. namun drama kaum perempuan sangatlah mengerikan dimana Sherine dibully hingga ia hampir saja diperkosa orang-orang suruhan perempuan yang membencinya. sehingga tidak ada alasan yang mudah bagi Sherine untuk tidak menerima pertemanan dari orang lain, terutama seorang lelaki.Â
"Kamu pesan apa biar saya yang bayar.." kata Djody sambil tersenyum. setelah menunggu jawaban dari Sherine, ia pun membaca tulisan Sherine untuknya "Maafkan saya, saya tidak butuh pertemanan darimu". Sontak Djody kaget dan melihat kearah teman-temannya yang juga memperhatikan mereka berdua. Dengan nada sedikit jengkel Djody mencoba mencairkan suasana, "Kamu tau gak, ada sebuah cerita para sahabat Rasulullah seperti Abu Bakar dan Umar itu saling berebut untuk menyapa duluan..". Mendengar cerita menyangkut Rasulullah, Sherine langsung terpana ke wajah Djody untuk menyimak ceritanya lagi, namun Sherine tidak mungkin berucap, ia hanya diam. Djody melanjutkan, "Nah saya tuh cuma ingin menyapa duluan karena saya hanya mau mencari kebaikan. Jadi..maaf kalo saya mengganggu.. saya permisi ya." ia pun langsung berdiri dan meninggalkan Sherine sendiri.Â
Lusa pun berlalu. Semenjak kejadian bertemu dengan Djody, Sherine merasa menjadi orang yang jahat, ia merasa yang ia pikirkan hanyalah dirinya sendiri sedangkan ia bersekolah ditempat orang-orang normal, dan jika ada yang mencerca ia seharusnya itu bukan masalah besar bagi seorang yang berkebutuhan, dan jika ada yang mengajak berteman seharusnya ia tidak boleh seperti itu. Pikiran Sherine semakin berisik di kepalanya. Perasaannya pun demikian. Ia masih ingin mendengar banyak cerita Rasulullah yang ia cintai, karena ia bisa berubah menjadi kuat dan tabah berkat banyaknya cerita Rasulullah yang luar biasa, ibunya Sherine yang seorang guru mengaji di TPA hanya bisa memberikan support dan tauladan Rasulullah karena ayahnya Sherine telah tiada sejak Sherine berumur 2 tahun. Terbesit niat Sherine untuk menemui pemuda itu tanpa tau dimana dan siapa dia sebenarnya.Â
Kamis malam ini akan ada konsolidasi oleh semua fakultas di satu universitas tersebut. Semua teman-teman kelas Sherine tentu tau informasi tersebut lewat grup-grup untuk menyatukan massa. Salah satu teman kelasnya Sherine menanyakan, "Apa kamu mau ikut nanti malam Sherine? temani aku saja dan kita gak perlu bersuara apa-apa ya.. hehehe". dengan berat hati Sherine mengangguk. Pada jam 7 malam semua motor ramai berkonvoi ria menuju parkiran, mereka berasal dari berbagai fakultas dan ada pula universitas yang berbeda. Diatas gerbang kampus Sherine terpasang spanduk dengan menggunakan pilox bertuliskan Selamat Datang Para Pendobrak Revolusi (Konsolidasi Akbar, Allahu Akbar!)Â
Seluruh mahasiswa dari berbagai kalangan program studi dan universitas lain berkumpul di sebuah aula auditorium yang sudah disewa oleh presiden mahasiswa tingkat wilayah tersebut. Saat konsolidasi dimulai, Djody naik dan duduk dibangku yang disediakan diatas panggung kecil menghadap kearah mahasiswa yang hadir. Djody yang menjabat sebagai presiden mahasiswa kemudian memberikan sambutan, disusul dengan beberapa presiden mahasiswa universitas lainnya dan beberapa ketua BEM fakultas tengah menyampaikan sulutan gemercik api nalar kritis mengenai fenomena yang terjadi di Indonesia ini. Setelah berdiskusi dan memberikan gambaran analitika tersebut, saatnya sesi tanya jawab dan sanggahan atau tambahan dari para mahasiswa undangan. Ketika Djody melihat kearah audiens yang bertanya, matanya menemui Sherine yang juga melihat kearah Djody. Sherine duduk disamping audiens yang bertanya, lalu ia mengeluarkan sebuah buku untuk menuliskan kalimatnya. Djody yang memperhatikannya membaca buku tersebut, "Boleh kita bicara? nanti setelah selesai." Djody mengangguk.
Banyaknya mahasiswa yang datang membuat Djody kesulitan mencari perempuan itu berada. Djody melirik kesemua arah keluar pintu aula, juga mencari diluar aula namun tidak bertemu, ia berpikir yasudahlah jika bukan takdirnya. Setelah lama mencari dan Djody pun menuju kamar mandi, Sherine berdiri sambil menyender dinding kamar mandi wanita yang tepat berhadapan dengan kamar mandi pria lama menunggu kedatangan Djody. "Lah kok kamu disini, dikira udah pulang..." Sherine menuliskan sesuatu, "Namaku Sherine, maaf untuk yang kemarin:(". Djody pun membalas dengan meminjam buku milik Sherine, "Kalo begitu salam kenal ya:)". Mereka pun saling memberi senyum. Djody bertanya langsung, "ada apa Sherine? ada hal penting yang ingin disampaikan?". Sherine menulis lagi, "apa aku boleh ikut membantu membuatkan atribut aksi besok?". Djody yang membacanya tampak bingung, menurutnya apa yang bisa ia bantu?, seketika Sherine menulis lagi, "aku bisa gambar apa yang kamu minta..aku mau mencoba gambar didalam spanduk besar dengan pilox seperti rencana kalian tadi:)". Djody yang semula tampak ragu kemudian teringat gambar sketsa yang sepintas ia lihat dalam buku gambarnya Sherine, "Boleh.. boleh banget, kamu kan jago gambar." Djody melihat ada binar dimata Sherine dan senyum yang puas. namun ada satu keganjalan padanya, 'apakah dia bisu?haruskah aku bertanya begitu padanya?atau aku harus tanya orang lain saja?'
Bersambung..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H