Bismillahirrahmanirrahim
"Sedetik saja kita ridho punya Tuhan Allah, itu menjadikanmu diangkat menjadi ahli surga. Tapi sedetik dua detik kamu tidak ridho dengan Allah maka rawan kamu diusir, tidak pantas menjadi hamba Allah. Umur sekian detik ini yang terkadang pas ridha Allah maka menjadikanmu masuk surga."
Bahwa Allah melihat isi hati kita. Sedetik saja kita merasa ridho dengan ketetapan Allah akan dapat memasukkan kita ke surgaNya. Jangan sampai ada momentum kamu dilihat Allah sedang cemberut, tidak ridho terhadap Allah. Banyaknya masalah melanda seperti memiliki banyak hutang atau dimarahi oleh istri. Membuatmu kehilangan momentum saat saat Allah melihatmu ridho denganNya. Seperti diibaratkan jika dengan mahluk, kamu ketemu di jalan dengan orang yang berjasa denganmu kamu malah cemberut. Momentum seperti ini tidak bisa kamu ulang. Karena orang itu sudah mengecap kamu merengut (tidak mengenakkan). Bayangkan jika ada momentum Allah sedang melihatmu meratapi qada dan qadarNya Allah. Maka lalu kamu terkena aturan disuruh menyembah selain kepadaNya. Sebab barang siapa tidak ridho kepadaKu (Allah) dan tidak sabar terhadap bala maka carilah Tuhan selain Aku. Makanya supaya itu tidak terjadi Nabi mengatakan untuk melatih diri kalau pagi bisa dengan mengucapkan pujian kepada Allah, Rodhitubillahi Robba wabil Islamidiina wabimuhammadin Nabiyya wa Rasulla.
Paling tidak dengan mengucapkan doa itu nafsu kita terlatih, bahwa aku memang harus ridha. Ridho maknanya senang, senang itu artinya puas. Jadi karena saya puas saya mengatakan rodhitubillahi Robba. Jangan sampai momentum itu hilang, karena kalau hilang ga mungkin diqadhai atau tergantikan. Sebab bagian hidupmu yang telah berlalu itu tidak dapat tergantikan. Umur yang sudah lewat tidak dapat tergantikan. Maka seperti itu tadi momentum saat bertemu temanmu dengan wajah ceria itu tidak akan tergantikan. Seandainya kamu tersenyum, maka citramu baik dan tidak dianggap sombong. Namun karena kamu bertemu dengan temanmu merengut maka momentum itu sudah hilang dan kamu dicap sombong. Sama halnya dengan hubungan terhadap Allah. Kamu ridho dengan masa lalumu itu kamu dicap sebagai orang yang ridho, sehingga kelak kamu akan masuk surga karena dicap sebagai orang yang ridho. Maka Allah ridho terhadap mereka dan merekapun ridho kepadaNya.
Jadi ciri utama orang baik itu Allah ridho dan merekapun ridho kepadaNya. Perkara yang kamu berhasil di dalam hidupmu itu tidak ternilai yaitu menggapai ridho Allah. Itu adalah keberhasilan yang tidak ternilai. Seperti ridho dengan Allah saat bangun di pagi hari dan membaca doa yang mendatangkan ridho Allah. Contohnya ada orang yang bangun tidur melakukan sunnah Nabi Muhammad Saw membaca ashbahna wasbahalmulkulillahi, Ya Allah aku bangun pagi ini dan keadaan pagi ini adalah milikMu. Dan apabila sore membaca amsaina wa amsamulkulillah. Saya memasuki waktu sore dan keadaan kerajaanMu milik diriMu. Itu sedetik kita ridho punya Tuhan Allah. Itu menjadikanmu diangkat sebagai ahli surga. Tapi sedetik dua detik kamu tidak ridho kepada Allah. Itu rawan kamu diusir dan tidak pantas sebagai hamba Allah. Nah umur sekian detik ini pas ridho dengan Allah menjadikanmu masuk surga. Itulah makna dari kata tidak ternilai.
Ada juga amalan lain yang dapat dibaca. Jadi ada sahabat yang ketika membaca amalan ini sampai malaikat itu rebutan mencatat pahalanya. Gara gara ada sekian menit dia spontan mengucapkan Alhamdulillahi hamdan katsiran thoyyiban mubarokan fiih. Saat itu Nabi melihat 12 ribu malaikat tergesa gesa mencatat. Jadi spontan dengan mengucap alhamdulillah itu luar biasa.
Namun masa kini orang berat untuk ridho karena diteror dengan masalahnya sendiri. Masalah hutang atau bertemu orang masalah, bertemu istri judes dianggap masalah. Kamu menganggap itu masalah memangnya kenapa. Wanita judes itu tak perlu dianggap masalah karena wanita memang ditakdirkan demikian. Kita kalau mengaji tauhid dikatakan tidak ada ucapan dan perilaku kecuali atas kehendak Allah Swt. Jadi istrimu judes itu kehendaknya siapa?, kehendaknya Allah. Sebagai Guru Kalau mengajar tauhid di Madrasah kamu bergaya namun ketika pulang melihat istri judes yang mengatakan kepadamu "mengajar, mengajar saja dapat apa". Lalu kamu tidak siapa menerima umpatan istrimu seperti itu. Mestinya langsung mempraktekkan ilmunya. Masya Allah Gusti. Tapi kamu tidak siap dengan istri judes padahal seharusnya begitu. Lawong demikian itu hukum Allah yang berlaku sejak dahulu. Jadi ya pasti begitu (bahwa wanita berkecenderungan untuk judes).
Saya punya banyak cerita. Seperti tentang para wali yang karena wiridan tertentu diangkat menjadi wali. Cerita yang mashyur adalah Abu Yazid Al Bustami. Karena wiridan ini Abu Yazid diangkat menjadi wali papan atas. Gampangnya kalimatnya itu begini. "Betapa baiknya Engkau ya Allah, Saya itu belum jelas masuk surga tapi di dunia bisa gembira". Sehingga kalau makan. Makan tempe, makan gorengan ya senang. Gusti Saya itu merasa aneh belum jelas nanti di surga kok di dunia bisa senang, betapa baiknya Engkau yaa Allah. Misalkan kamu melihat ada orang pendek keriting jelek. Kok ternyata tetap masih ada yang mau menikah dengannya, Gusti. Betapa luas rahmatMu. Begitu terus. Pokoknya sisi negatif kamu balikkan.
Jadi baiknya kalau berdoa Gusti kok aku bisa cinta kepadaMu. Aku bisa disebut saja olehMu itu senang, padahal aku tidak yakin kalau aku tidak Engkau masukkan ke neraka. Jadi keadaanku ini belum aman. Artinya kita belum pasti senang, tapi disebut Allah. Lalu seperti apa bahagiaku kepadaMu saat Engkau kelak benar benar tidak akan menyiksaku. Maksudnya seperti apa senangnya aku di surga yang tidak akan disiksa dan diazab Allah. Meskipun kamu zaman di dunia yang belum jelas nasibnya di akhirat pun sudah senang.
Sekarang, sebagai Dai coba kamu yang pidato tentang neraka menangis, istighfar menangis. Nanti pulang juga menghabiskan nasi. Kalau kamu wali betul kamu akan berpikir ternyata bersedih tidak menghambat aktivitas. Waktunya istighfar yaa menangis. Tapi kenyataanya setelah istighfar, menangis makan juga habis. Begitupun Abu Yazid itu demikian. Lucu aku mencintai diriMu padahal aku khawatir denganMu karena belum jelas aku masuk surga atau neraka. Apalagi nanti jika benar benar sudah aman dari api nerakaMu. Intinya penjelasan dari itu semua, ada sekian detik dari hati kita itu jadi momentum dimana Allah melihat kita ridho kepada Allah.
Contoh lain tentang Penyihir Firaun. Penyihir Firaun itu diorder dan dibayar Firaun untuk melawan Nabi Musa. Namun ada momentum yang menjadikan Allah ridho kepada para penyihir Firaun itu. Yaitu ketika bertemu Nabi Musa melihat wajah Nabi Musa yang tampan, melihat cahaya Kenabian. Mereka Para Penyihir Firaun mempersilahkan Nabi Musa terlebih dahulu memperlihatkan kelebihannya sebelum Para penyihir itu mempertunjukkan. Firaun tersinggung disewa olehnya tetapi kenapa sopan terhadap Nabi Musa. Tapi dengan seperti itu barokahnya diridhoi Allah dan akhirnya Para Penyihir itu beriman kepada Allah Swt. Semua ahli tafsir sepakat para penyihir itu diridhoi Allah karena sopan.