bismiLlahirrahmanirrahim
Kunci Kebahagiaan itu Tidak melihat Kenikmatan Orang Lain dengan Menikmati hal atau Barang Halal
Menikmati hal atau barang halal dianjurkan dalam Islam karena meskipun hanya mengerjakan pekerjaan sederhana, maka dapat membuat Allah SWT ridho karena dengan begitu sudah meninggalkan maksiat. Kunci kenikmatan itu juga salah satunya dengan tidak melihat kenikmatan orang lain. KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha dalam video youtube Ngaji Melu Kyai berjudul 'Awal Kita Tersiksa Adalah Kita Melihat Nikmat yang Didapat Orang Lain', memaparkan hal tersebut sebagai berikut:
Ada hal yang telah menjadikan Gus Baha dekat Allah SWT. Gus Baha melakukan hal ini, yaitu ada waktu di saat kamu sendiri, menikmati sesuatu yang halal. Siapapun yang mencintai Gus Baha harap melakukan hal ini. Gus Baha pernah membaca di hadist Kabul Ahbar bahwa tidak ada yang dapat membuat setan tersiksa atau menghancurkan punggungnya kecuali adalah orang mukmin menyukai hal/ barang halal. hal itu yang membuat setan tersiksa. Makanya benar kata Nabi Daud, di Masa keempat ialah dia membiarkan dirinya menikmati sesuatu yang halal.
Misalnya seperti di kota banyaknya maksiat dugem, banyaknya perempuan yang membuka aurat dsb itu suatu kenikmatan duniawi yang sangat luar biasa. Namun dibalik kenikmatan itu misalkan kamu hanya sekedar orang yang berada di pojok sudut kota dan berprofesi supir taxi. Sebagai supir taxi biasanya bertemu supir taxi, tukang becak bertemu tukang becak. Kemudian kalian lalu merokok dan bercerita melankolis bahwa teringat zaman dulu kalau Jogja itu sepi. Sehingga teringat kampung halaman yang nyaman dan teduh. Meskipun itu hanya obrolan yang bersifat ngelantur, Allah SWT sebagai Tuhan itu menyukai hal tersebut. Bagaimanapun itu wujud meninggalkan keharaman atau kemaksiatan.
Maka saya minta para kyai bisa berfatwa seperti ini agar menyampaikan bahwa ibadah tidak hanya tahajud saja. Hal kecil juga bisa menjadi ibadah. Seperti saat tukang becak duduk bersama tukang becak di lengkungan Krapyak (nama tempat di sebuah kota). Di saat mereka saling bercerita nasib, yang satu bercerita saya miskin sejak dari Bapak yang lain bercerita saya miskin mulai dari kakek. Pokoknya dalam obrolan itu mereka berdua saling bersaing dan tidak mau saling mengalah. Kegiatan semacam itu, selama tidak melakukan dan berbicara haram itu Allah sudah senang. Di saat orang bermain judi dan maksiat, kalian saling mencocokan nasib. Saling bertanya mengapa melarat serta silsilah nenek moyang ke berapa melarat, dengan begitu Allah SWT suka karena menikmati barang halal. Itulah mengapa Kyai suka bercanda atau guyon yaitu agar orang menikmati hal atau barang halal.
Memang ada kiyai yang menyarankan tirakat yang berat seperti banyaknya rakaat sholat tahajud atau dzikir tapi jika dianjurkan seperti itu ada yang kuat ada yang  tidak kuat sehingga yang penting itu tidak maksiat dan menikmati hal atau barang halal.
Ada kisah ulama yang pergi ke gunung dan duduk di atas batu besar sambil berteriak apa enaknya menjadi raja. Meski bukan raja dia berkata aku sudah seperti raja duduk di atas singgasana batu yang tinggi sambil mutholaah. Â Kursiku dan kursi raja masih lebih tinggi kursiku. Ulama itu berkata seperti itu sekedar agar membuat diri bersyukur atas nikmat yang ada dan menikmati hal atau barang halal. Tidak seperti sekarang orang berpikir merasa betapa enaknya menjadi pejabat yang hidupnya mulia. Keluar masuk mobil dibukakan pintu dan dibawakan tasnya kemana mana. Jika berfikir melihat kenikmatan orang lain seperti itu maka akan membuat hidup tersiksa.
Padahal enak jadi orang biasa mau ngopi hanya tinggal ngopi tidak perlu protokoler negara. Yang penting Allah SWT ridho dengan kita menikmati hal atau barang halal
Wallahu a'lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H