Mohon tunggu...
Zahra Novyani
Zahra Novyani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

S1 Kimia Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Bahaya Defisiensi Vitamin B1 Bagi Ibu dan Bayi

7 Desember 2021   11:07 Diperbarui: 7 Desember 2021   11:20 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Vitamin B1 termasuk jenis vitamin B kompleks yang mudah ditemukan dalam berbagai makanan. Vitamin dengan nama lain tiamin ini terlibat dalam berbagai fungsi tubuh, diantaranya pada sistem saraf manusia, jantung, serta otot. Zat gizi ini bertanggung jawab untuk menjaga keseimbangan elektrolit yang masuk dan keluar dari sel saraf dan otot. Tubuh juga memerlukannya untuk mengubah karbohidrat dari makanan menjadi energi. Namun sayangnya belum banyak orang yang menyadari betapa pentingnya zat gizi ini dan jika terjadi defisiensi alias kekurangan vitamin B1 maka dapat berdampak buruk bagi kesehatan. 

Pada sebuah penelitian di tahun 2015 yang dilakukan oleh Barennes dkk, menyajikan hasil bahwa defisiensi tiamin atau vitamin B1 banyak terjadi pada bayi yang masih menyusui. Kekurangan tiamin yang tampak secara klinis dikenal sebagai penyakit beri-beri. Yang lebih mengejutkan adalah bahwa defisiensi vitamin B1 ini menjadi penyebab kematian pada bayi di Laos Utara dengan angka yang cukup tinggi. Data menunjukkan pada tahun 2010, dari 22 desa di Laos Utara, sepertiga dari jumlah ibu (35.4%) dilaporkan setidaknya memiliki satu dari anak-anak mereka yang meninggal. Dari 468 bayi yang lahir, 50 diantaranya meninggal pada tahun pertama. Dan berdasarkan survei ini angka kematian bayi adalah 106 per 1000 kelahiran. Terdapat 20 bayi yang mengalami kematian mendadak dimana gejalanya sesuai dengan defisiensi tiamin. Dan pada otopsi verbal menunjukkan 17 bayi meninggal akibat defisiensi tiamin, dimana 13 bayi probable dan 4 bayi possible mengalami defisiensi tiamin. Kematian akibat defisiensi tiamin ini terjadi karena salah satu akibat dari kekurangan tiamin/vitamin B1 dapat menurunkan denyut jantung, kondisi ini juga bisa menyebabkan sesak napas, karena tubuh tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup agar dapat berfungsi dengan normal. Pada kondisi seperti inilah para penderita akhirnya berujung pada gagal jantung sehingga dapat menyebabkan kematian. 

Hasil survei menunjukkan defisiensi tiamin terutama dapat terjadi pada bayi yang disusui oleh ibu dengan asupan tiamin yang tidak memadai, dan biasanya terjadi diantara kelompok yang rentan, seperti contohnya dari hasil survei para ibu ini bekerja sebagai petani yang mana mereka melakukan pekerjaan fisik berat, lalu sebagian besar buta huruf, memiliki pendapatan keluarga yang rendah, juga keragaman asupan makanan yang buruk. Dan setelah ditelusuri ternyata kebanyakan seorang ibu yang mengalami defisiensi tiamin ini juga sering mengonsumsi beras giling (tanpa kulit) yang rendah akan kadar tiamin, serta adanya faktor praktek penghindaran makanan pasca-persalinan yang dapat dikaitkan dengan penyebab defisiensi gizi mikro dan stunting pada bayi. 

Terlepas dari hal yang telah dipaparkan diatas, kekurangan tiamin tetap menjadi penyebab kematian pada bayi yang masih kurang diketahui oleh masyarakat umum, akan tetapi sebenarnya penyakit akibat defisiensi tiamin ini masih dapat diobati, salah satunya yaitu dengan suplementasi tiamin. Pada umumnya, penderita beri-beri (defisiensi tiamin) akan membaik jika diterapi dengan memberikan suplementasi tiamin, baik secara injeksi (untuk kondisi akut) ataupun oral (untuk pencegahan). Disamping itu, para tenaga kesehatan harus bisa memberikan saran gizi selama waktu kunjungan antenatal (kunjungan kehamilan) yang dilakukan oleh seorang ibu. Mereka harus dilatih untuk mengenali, mencegah dan mengobati gejala awal defisiensi tiamin dan menawarkan suplemen tiamin kepada seorang ibu yang secara sistematis tidak dapat mematuhi saran pola makan yang seharusnya. Perlu diperhatikan pula bagi para ibu dalam memasak bahan makanan, karena vitamin B1 ini merupakan vitamin yang larut dalam air sehingga jika salah dalam memilih metode memasak akan menghilangkan kandungan gizi khususnya vitamin B1 dalam bahan pangan. Yang paling sering terjadi adalah ketika pencucian beras. Beras banyak mengandung vitamin B1, namun masih banyak masyarakat yang belum memahami bahwa jika terlalu lama mencuci beras maka kandungan vitamin B1 nya pun akan larut pada air cucian tersebut sehingga kandungan zat gizinya akan berkurang. Adapun hal lain seperti fortifikasi pangan juga dapat dijadikan solusi dari masalah ini. Contohnya dengan fortifikasi vitamin B1 pada tepung terigu. Menurut penelitian, masyarakat dengan ekonomi yang dibawah rata-rata lebih banyak mengonsumsi mie daripada beras. Namun KFI (Koalisi Fortifikasi Indonesia) pun telah mengkaji fortifikasi beras untuk penduduk miskin bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Perum Bulog, dan Kementerian Pertanian.

Artikel rujukan: 

Barennes, H., Sengkhamyong, K., Rene, J. P., & Phimmasane, M. (2015). Beriberi (thiamine deficiency) and high infant mortality in northern Laos. PLoS neglected tropical diseases, 9(3), e0003581.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun