Mohon tunggu...
Meidiana Zahra
Meidiana Zahra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Museum Pasir Angin yang Menyimpan Banyak Sejarah

27 Maret 2017   12:26 Diperbarui: 27 Maret 2017   21:00 2107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

        Panas terik matahari menyambut kedatangan kami di Desa Cemplang, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Saya bersama teman saya tiba di Cemplang setelah menempuh perjalanan selama satu jam dengan mengendarai sepeda motor. Kami melakukan perjalanan ke Desa Cemplang karena tugas kampus yaitu Teknik Penulisan  Media Elektronik, untuk melakukan observasi tentang potensi wisata yang berada di Kecamatan Cibungbulang tersebut. Kami langsung mendatangi Kecamatan Cibungbulang untuk mendapatkan informasi mengenai potensi wisata yang berada di daerah tersebut.

Setelah mendapat informasi mengenai potensi wisata yang berada di Kecamatan Cibungbulang, kami langsung mendatangi tempat tersebut. Kami diarahkan untuk mengunjungi Museum Pasir Angin yang terletak di Desa Cibungbulang. Museum Pasir Angin merupakan sebuah komplek sistus yang pernah dihuni pada masa logam awal antara tahun 600-200 SM. Situs ini diasumsikan sebagai situs prasejarah dari masa perundingan 1500 SM. Situs Pasir Angin ditemukan pada tahun 1957, pada tahun 1971-1975 dilakukan eskavasi oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan pada tahun 1976 dibangun site Museum di Pasir Angin. Temuan dari situs Pasir Angin diantaranya berupa kapak perunggu berbentuk ekor sriti (candrasa), tongkat perunggu, bandul kalung perunggu, manik-manik batu dan kaca, ujung tombak, kapak besi, gerabah dan alat-alat obsidian.

Angin sepoi-sepoi nan menyejukan mengiringi perbincangan kami dan Pak Ishak selaku PNS untuk bagian narasumber dan koodinator juru pelihara, pembicaraan dilakukan di teras Museum Pasir Angin. Pada umumnya Museum ini banyak dikunjungi oleh anak didik seperti anak SD, SMP, dan SMA. Adapun pengunjung yang datang dari kalangan mahasiswa yang akan melakukan penelitian mengenai sejarah. Pak Ishak menuturkan bahwa angka kunjungan ke Museum Pasir Angin ini masih relatif rendah, menurutnya dikarenakan kurangnya sistem promosi yang dilakukan dari pihak Pemerintah Daerah untuk masyarakat luas disertai dengan kurangnya fasilitas yang tersedia baik untuk Museum itu sendiri dan untuk para pengunjung yang datang.

Banyak hal yang luput dari perhatian Pemerintah Daerah terhadap Museum Pasir Angin ini, seperti bangunan Museum yang terlihat usang dan rapuh, kaca-kaca etalase yang terlihat berdebu, dan artefak serta patung bersejarah yang tidak memiliki tempat khusus untuk menjaga barang tersebut dari jangkauan pengunjung. Pak Ishak berserta karyawan lain yang bertugas di Museum Pasir Angin telah mengajukan surat keluhan kepada pihak Pemerintah Daerah dan Kota, namun belum ada kelanjutan mengenai hal tersebut. Menurut Pak ishak tidak semua benda-benda penemuan sejarah disimpan di Museum ini, adapun beda-benda lain seperti kapak perunggu dan emas yang disimpan di pusat yang terletak di Jakarta. Alasan dari hal tersebut demi keamanan dan pertanggujawaban dari benda-benda prasejarah tersebut.

Kami berdua sedikit tercengang ketika memasuki halaman Museum Pasir Angin karena terdapat banyak patok-patok yang berdiri dan cukup menarik perhatian. Setelah kami tanyakan mengenai hal tersebut, patok-patok tersebut merupakan penanda para peniliti yang tidak selesai untuk menggali benda-benda prasejarah yang tersisa. Para peniliti tersebut menghentikan penelitiannya karena waktu yang ditentukan untuk melakukan penelitian telat habis. Penelitian dihentikan sejak tahun 2003 oleh Pemerintah dan belum ada kelanjutan untuk melakukan penelitian kembali karena faktor anggaran yang cukup besar untuk sekali penelitian.  Sungguh sangat disayangkan masih banyak artefak yang tersisa di lahan seluas 1 hektar tersebut yang belum digali dan dilakukan penelitian.

Besar harapan Pak Ishak agar dapat dilakukannya penelitian kembali untuk menggali artefak yang etrsisa dan masih berada di dalam tanah sekitar Museum, agar semua artefak dapat terjaga dengan baik sehingga bisa dilakukan renovasi terhadap Museum. Setelah melakukan renovasi terhadap Museum ini diharapkan dapat meningkatkan angka kunjungan wisata dan semakin banyak masyarakat luas baik wisatawan lokal dan asing yang mengetahui.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun