Mohon tunggu...
Zahra Margautami
Zahra Margautami Mohon Tunggu... -

Seorang part time mahasiswa, enterpreneur,full time housewife

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Wanita Berkarier atau Ibu Rumah Tangga??

19 Desember 2014   17:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:57 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sempat beberapa waktu yang lalu terjadi "perang" status antara ibu berkarier dan ibu rumah tangga di social media. Terus terang saya miris melihatnya, saya memilih untuk menjadi netral walaupun saya bukan seorang wanita karier.  Hal ini memang menjadi kenyataan yang terjadi dikeliling kita. Ada pro kontra tentang status seorang wanita, baik dia bekerja maupun menjadi ibu rumah tangga. Bagi wanita yang masih single mungkin masih santai saja, akan tetapi begitu dia sudah mengikatkan diri ke dalam suatu komitmen yang sakral, yaitu pernikahan, maka hal ini tidak terlihat sesederhana itu. Ada baiknya hal tersebut sudah dibicarakan dengan calon suami sebelum adanya pernikahan, untuk mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

Kegalauan itu sempat saya hadapi, awalnya saya seorang wanita karier, tetapi ketika memutuskan untuk menikah, calon suami saya saat itu meminta agar saya resign dari pekerjaan kantoran. Awalnya saya tidak menyetujui karena menjadi wanita karier bagi saya (dulu) merupakan salah satu hal untuk menunjukkan eksistensi,  selain dari mendapatkan penghasilan juga. Akan tetapi setelah melalui perenungan dan diskusi dengan calon suami, akhirnya saya memutuskan untuk resign. Alasan utama, menurut saya katika sudah menjadi istri , maka ridha suami itu penting. Tidak bisa kita sebagai istri tetap pada pendirian dan mengacuhkan permintaan suami. Perlu diingat bahwa dalam pernikahan itu yang dibutuhkan adalah kompromi. Dengankompromi artinya masing-masing harus bisa saling mengalah, menurunkan ekspektasi atas satu dengan lainnya. Dalam hal ini, suami meminta saya resign untuk menjadi ibu rumah tangga, disisi lain saya ingin tetap aktif untuk berkegiatan, maka titik tengahnya saya pun banting setir dari pegawai kantoran menjadi seorang enterpreneur. Alhamdulillah suami juga mendukung karena waktu saya jadi fleksible.

Jadi setelah menemukan keputusan bahwa setelah nikah saya akan resign, maka 6 bulan sebelum resign saya sudah mulai ikut seminar-seminar, workshop, dan membaca buku tentang enterpreneurship. Alangkah baiknya apabila semuanya disiapkan sebelumnya, jadi pasca resign kita jadi tidak terlalu shock transisi dari berkerja kantoran dan menjadi ibu rumah tangga.

Apa yang saya sampaikan sebelumnya bukan berarti saya tidak menyetujui wanita karir lho, apapun pilihan Anda yang penting dikomunikasikan dengan suami dan yang penting suami ridha. Ketika suami ridha, maka kita akan menjalani aktifitas dengan senang hati dan barokah. Saya salah satu yang punya prinsip bahwa ibu rumah tangga harus juga berkarya. Lakukan hal yang dapat membuat Anda nyaman, senang, dan memberi nilai tambah untuk diri Anda, keluarga, dan lingkungan sekitar. Bisa dengan memulai sebuah bisnis dari rumah, atau mengikuti komunitas-komunitas yang ada di daerah Anda. Apapun keputusan Anda pasti tetap saja ada yang nyinyir, biarlah orang-orang yang nyinyir itu, fokus dengan apa yang Anda lakukan. Jangan jadikan status ibu rumah tangga menghalangi Anda untuk mencapai prestasi, terus belajar, dan lakukan yang menjadi passion Anda. Kalau mau mikir positif, Anda bisa punya waktu lebih untuk belajar dan melakukan apa yang menjadi passion Anda. Stay positive..!! ;)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun