Rasa dan tempat dapat menjadi stimuli-stimuli munculnya sensasi nostalgia. Seperti apa yang dirasakan oleh Nining Suartini, salah satu pelanggan Warung Es Ciming di Jl. Jendral Sudirman (Pasar Jumat), Kabupaten Purwakarta sejak tahun 90-an.
Menyantap jajanan es dapat menjadi salah satu cara untuk menyegarkan diri sepulang sekolah, terutama ketika tinggal di tempat relatif panas, salah satunya Kabupaten Purwakarta. Di warung persegi panjang berukuran kecil yang berada di salah satu jalur utama di Purwakarta itulah Nining dan teman-temannya berkumpul seraya menyantap Es Ciming.
Warung Es Ciming ini berdiri sejak tahun 1970 oleh seorang Tionghoa yaitu Ko Ciming. Sudah dapat ditebak dari mana asal nama jajanan ini. Namun, dikutip dari pernyataan pemilik Warung Es Ciming saat ini yaitu Adi, pada awalnya Es Ciming disebut Es Shanghai, seiring berjalannya waktu jajanan ini berganti nama menjadi Es Campur. Selanjutnya, karena semakin banyak yang ikut berjualan es campur, untuk mempertahankan originalitasnya nama jajanan ini berakhir menjadi Es Ciming.
Jajanan yang sudah menjadi khas Kabupaten Purwakarta ini merupakan campuran dari kacang hijau, cincau hitam, cendol, potongan roti dan sirup gula berwarna merah, disajikan dalam mangkuk berdiameter kurang lebih 12 cm dengan topping es serut menggunung lengkap dengan tambahan susu kental manis. Ciri khas dari Es Ciming tersendiri adalah sirup gula yang digunakan merupakan hasil racikan sendiri, hal tersebut terus dilakukan untuk tetap menjaga cita rasa Es Ciming sesuai dengan resep terdahulu.
Nining bercerita, ia memiliki orang tua yang ketat dimana mengharuskannya untuk langsung kembali ke rumah sepulang sekolah terkecuali jika ada jadwal les komputer. Alhasil, dia memberitahu orang tuanya jadwal les komputer berlangsung setiap hari sekolah walaupun sebenarnya hanya tiga kali dalam seminggu. Di hari-hari tanpa les komputer itulah, Nining dapat pergi bersama teman-temannya sepulang sekolah, salah satunya mengunjungi Warung Es Ciming. Rasa dari Es Ciming juga tempatnya yang masih sama sejak dahulu berhasil memberikan sensasi nostalgia dan mengingatkannya akan kenangan-kenangan tersebut. “Yang beda itu cuma harganya, dulu Rp1.500,00 kalau sekarang RP15.000,00” tutur Nining.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H