Mohon tunggu...
Zahra Laila
Zahra Laila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN "Veteran" Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Proyek BRI di Myanmar Terhadap Kohesivitas ASEAN

8 Desember 2024   01:07 Diperbarui: 8 Desember 2024   01:15 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hubungan antara ASEAN dan China telah terjalin sejak tahun 1960 an. Keduanya semakin memperdalam hubungan dimana pada tahun 1996, ASEAN secara resmi menjadikan China sebagai mitra dialog pada 29th ASEAN Ministerial Meeting di Jakarta. 

Belt and Road Initiatives (BRI) yang diluncurkan oleh China di tahun 2013 bertujuan untuk membangun infrastruktur untuk meningkatkan maupun memperbaiki jalur perdagangan antar negara di Asia maupun di sekitarnya.  

Proyek ini dicanangkan akan menghubungkan jalur perdagangan di antara tiga benua, yaitu Asia, Eropa, dan Afrika. Pembangunan infrastruktur ini tidak hanya terbatas dalam infrastruktur darat, tetapi juga infrastruktur laut.

Proyek ini telah memberikan dampak kepada kawasan Asia Tenggara. Negara-negara di Asia Tenggara telah menjadi mitra dalam Belt Road Initiatives (BRI) ini, salah satunya adalah Myanmar. Pembangunan infrastruktur di Myanmar meliputi pembangunan Pelabuhan Kyaukpyu dan Jalur Pipa antara Myanmar-China. 

Pelabuhan Kyaukpyu ini bertujuan untuk menghubungkan jalur energi dan perdagangan serta mengurangi ketergantungan terhadap Selat Malaka. Kyaukpyu adalah kota pesisir di sepanjang Teluk Benggala di negara bagian Rakhine, paling barat Myanmar. 

China mengimpor 546,1 juta ton minyak pada tahun 2018 dan 78% di antaranya, yaitu sebesar  426,1 juta ton diimpor melewati Selat Malaka. Dengan asumsi pelabuhan Kyaukpyu memiliki kapasitas sekitar 60 juta ton, China dapat mengurangi ketergantungannya pada Selat Malaka sebesar 14 persen. 

Pengiriman barang dari Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan India melalui Kyaukpyu yang kemudian dikirim melalui darat ke Yunnan, dapat menghemat ribuan mil perjalanan. Jalur ini jauh lebih efisien dibandingkan harus berlayar melewati Selat Malaka dan Laut China Selatan menuju pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pantai selatan dan timur China.

Pembangunan pelabuhan ini tidak hanya penting secara ekonomi, tetapi juga memiliki nilai geopolitik yang besar bagi China. Menurut CSIS, proyek pelabuhan Kyaukpyu ini senilai dengan US$ 7,3 miliar. 

Di Kyaukpyu juga terdapat Jalur Pipa Minyak dan Gas Alam antara Myanmar-China. Jaringan pipa ini membentang dari Kyaukpyu hingga provinsi Yunnan, China. Menurut Poling, jalur pipa ini senilai dengan US$ 1,5 miliar dan membawa sekitar 6% impor minyak milik China.

Pada bulan November 2018, Aung San Suu Kyi dan Wakil Ketua Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional Tiongkok, Ning Jizhe, melakukan pembicaraan lebih lanjut tentang pengembangan koridor, kereta api berkecepatan tinggi yang menghubungkan Kyaukpyu dan Kunming, zona ekonomi khusus, dan lebih banyak jaringan pipa minyak dan gas.

Negara-negara lain di Asia Tenggara juga tergabung ke dalam proyek BRI milik China ini. Proyek ini dipandang sebagai sarana untuk meningkatkan konektivitas yang kemudian akan berdampak pada meningkatnya perdagangan dan investasi di kawasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun