Dalam beberapa tahun terakhir, platform e-commerce telah memicu gelombang konsumerisme di kalangan masyarakat Indonesia. Fenomena flash sale, potongan harga besar, dan promosi limited-time offers menyebabkan banyak orang tergoda untuk membeli barang secara impulsif, sering kali tanpa mempertimbangkan kebutuhan sebenarnya. Hal ini dapat dilihat saat kampanye belanja tahunan seperti "11.11" dan "12.12", di mana konsumen berlomba untuk mendapatkan diskon besar dengan harapan "tidak ketinggalan" kesempatan.
Salah satu contoh konkret dari kasus ini terjadi pada tahun 2023, ketika sebuah platform e-commerce melaporkan penjualan barang yang melonjak drastis selama kampanye diskon besar. Seperti Tiebymin, The Originote, Jennskin, & Skintific.
Banyak konsumen merasa tergoda oleh diskon yang hanya berlangsung beberapa jam, hingga rela memborong barang-barang yang tidak benar-benar dibutuhkan. Beberapa orang bahkan mengalami masalah keuangan akibat kebiasaan belanja yang tidak terkendali, berakhir dengan hutang kartu kredit dan kesulitan dalam mengelola anggaran rumah tangga.
Selain dampak keuangan pribadi, tren ini juga berdampak pada lingkungan. Belanja berlebihan sering kali menghasilkan produk-produk yang akhirnya tidak terpakai dan menambah limbah, baik dari kemasan maupun produk itu sendiri. Barang-barang yang dibeli dengan impulsif sering kali memiliki masa pakai yang pendek, baik karena kualitas rendah atau karena konsumen cepat kehilangan minat setelah tren berlalu.
Sebuah studi mengungkap bahwa generasi muda, terutama mereka yang lebih terdidik dan melek digital, cenderung lebih sering melakukan pembelian online. Selain itu, banyak dari mereka dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti kepuasan sesaat dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan emosional yang lebih dalam, yang akhirnya mendorong perilaku konsumtif.
Untuk mengatasi perilaku konsumtif yang tidak sehat ini, diperlukan pendekatan literasi digital yang lebih baik. Literasi digital bukan hanya tentang kemampuan menggunakan teknologi, tetapi juga mencakup pemahaman yang lebih dalam mengenai bagaimana teknologi mempengaruhi keputusan kita, termasuk dalam hal berbelanja. Berikut adalah beberapa bentuk literasi digital yang dapat diterapkan:
1. Memahami Teknik Pemasaran Digital
Pengguna internet harus memahami bahwa promosi seperti flash sale dan penawaran waktu terbatas dirancang untuk memicu rasa urgensi dan membuat mereka membeli lebih banyak. Dengan mengenali strategi pemasaran ini, konsumen bisa lebih kritis dalam menanggapi promosi dan menahan dorongan untuk berbelanja impulsif.
2. Manajemen Keuangan Digital
Penggunaan e-wallet dan fitur pembayaran digital yang memudahkan transaksi seringkali membuat pengguna lebih mudah tergoda untuk berbelanja. Aplikasi manajemen keuangan dapat membantu konsumen melacak pengeluaran mereka secara berkala dan memberikan peringatan jika belanja melebihi anggaran yang telah ditentukan. Dengan mengintegrasikan perencanaan keuangan digital ke dalam aktivitas sehari-hari, konsumen bisa mengontrol kebiasaan belanja dan terhindar dari perilaku konsumtif.