Mohon tunggu...
Zahrah HakimahWulandari
Zahrah HakimahWulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA FKH UNAIR 2023

Halo!

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Wabah Kulit Benjol: Mengungkap Misteri Penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) pada Sapi

21 Juni 2024   13:28 Diperbarui: 21 Juni 2024   13:42 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

LATAR BELAKANG
Lumpy Skin Disease (LSD) merupakan penyakit pada sapi, yang disebabkan oleh virus pox dengan penularan utama diduga melalui vektor, meskipun mekanismenya masih belum jelas. Penyakit ini dapat menginfeksi sapi dan kerbau serta mempunyai dampak ekonomi bagi peternak.
Pertama kali ditemukan di Afrika pada tahun 1929 dan kemudian menjadi endemis (Moris et al. 1931). Namun penyakit ini kemudian menyebar ke beberapa negara Timur tengah, Eropa dan Asia. Infeksi LSD ditandai dengan adanya nodul-nodul di tubuh sapi, demam, nafsu makan menurun sehingga menyebabkan tubuh ternak kurus, dan penularan penyakit ini sangat cepat diantara kelompok sapi, sehingga menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi peternak sapi terutama di Afrika (Gibbs et al 2013; OIE 2017).


Penyebaran LSD dapat disebabkan oleh lalu lintas ternak terutama dari daerah tertular sehingga LSD termasuk dalam transboundary animal disease (TAD). Oleh karena itu LSD termasuk notifiable disease dalam daftar Badan Kesehatan Hewan Dunia (WAHO/OIE) (OIE 2017). Penyakit ini tidak termasuk dalam penyakit zoonosis.
CARA PENULARAN
1. Mekanisme penularan melalui vector
Serangga penghisap darah seperti lalat stable, nyamuk, dan caplak merupakan kandidat yang paling mungkin untuk menyebarkan virus LSD. Lalat rumah juga mungkin berperan dalam penyebarannya.
Bernardo et al. (2019) menyelidiki beberapa serangga seperti Aedes aegypti, Culex quinquefasciatus, Stomoxys calcitrans, dan Culicoides nubeculosus. Mereka menemukan bahwa keempat spesies ini dapat membawa virus LSD hingga delapan hari setelah menghisap darah. Namun, hanya Aedes aegypti yang terbukti sebagai vektor mekanis LSD dalam percobaan. 

Penelitian lain oleh Issimov et al. (2020) menunjukkan bahwa beberapa spesies lalat Stomoxys, seperti Stomoxys calcitrans, Stomoxys sitiens, dan Stomoxys indica, dapat menjadi vektor mekanis yang potensial dalam menyebarkan virus LSD. Lalat-lalat tersebut dapat menularkan virus hanya dalam waktu satu jam setelah menghisap darah sapi yang terinfeksi.
Penelitian juga menunjukkan bahwa spesies lain seperti Anopheles stephensi, caplak Rhipicephalus spp., dan Amblyomma spp. juga dapat terinfeksi oleh virus LSD, tetapi peran mereka sebagai vektor penular masih belum pasti.
Lubinga et al. (2013) melaporkan bahwa beberapa spesies caplak di Afrika telah terdeteksi mengandung virus LSD pada salivanya. Namun, penularan virus tersebut diyakini hanya bersifat mekanis, karena belum jelas organ target dalam tubuh caplak yang memungkinkan replikasi virus LSD. Oleh karena itu, caplak lebih cenderung sebagai vektor mekanis. Caplak tersebut dapat menyebar ke hewan lain dan antar wilayah melalui pergerakan sapi yang terinfeksi.
2. Mekanisme penularan selain melalui vector
Selain melalui serangga vektor, virus LSD juga dapat tersebar melalui semen, meskipun belum ada bukti yang menunjukkan penularan melalui kawin alam atau kawin suntik. Virus bisa bertahan dalam semen selama 42 hari dan bahkan lebih lama dalam kondisi beku, serta bisa bertahan dalam kulit selama lebih dari 18 hari. 

Penularan melalui karkas, produk ternak, atau fomite, serta makanan dan minuman yang membawa virus LSD ke sapi hidup belum terbukti, tetapi berpotensi membawa risiko.
Penularan virus LSD saat ini terutama melalui vektor mekanis, di mana penyakit dapat menyebar dari satu daerah ke daerah lain melalui transportasi ternak yang terinfeksi, kemudian tertular oleh serangga yang diduga sebagai vektor mekanis. Namun, mekanisme sebagai vektor biologis masih belum jelas.

Selain itu, penularan virus LSD juga melalui jalur intra-uterine telah dilaporkan, dimana infeksi diduga ditularkan dari induk yang terinfeksi ke anak sapi melalui sekresi susu dan kulit yang luka.
Mekanisme penularan lainnya adalah melalui jalur latrogenik, dimana virus dapat menyebar ketika jarum tunggal digunakan untuk vaksinasi massal dan memperoleh virus dari keropeng atau kerak kulit.
GEJALA KLINIS DAN DAMPAKNYA
Infeksi virus LSD menyebabkan berbagai gejala klinis pada hewan, termasuk demam tinggi, penurunan nafsu makan dan produksi susu, ingusan, konjungtivitis, hipersalivasi, depresi, pembengkakan pada kelenjar getah bening seperti Lgl. subscapularis dan Lgl. prefemoral, serta nodul pada kulit dengan ukuran 2-5 cm yang kemudian nekrosis dan meninggalkan lubang yang dalam. 

Pada sapi jantan, infeksi bisa menyebabkan infertilitas permanen atau sementara, sementara pada sapi betina bisa menyebabkan abortus dan infertilitas sementara. Sapi yang terinfeksi sulit untuk sembuh total, dan infeksi sekunder seperti pneumonia sering terjadi.
Meskipun ada hewan yang tidak menunjukkan gejala klinis, antibodi terdeteksi dalam tubuh mereka. Oleh karena itu, diagnosis yang cepat dan akurat sangat penting untuk mencegah penyebaran infeksi LSD.
Ketika mempertimbangkan potensi masuknya penyakit ini ke Indonesia, dampak ekonominya akan sangat merugikan peternak. Kerugian yang mungkin dialami termasuk kerusakan kulit hewan, penurunan berat badan, penurunan produksi susu, abortus, kehilangan tenaga kerja hewan, kematian ternak, biaya untuk vaksinasi dan pengobatan simptomatis, biaya pencegahan kontak vektor, serta biaya untuk disinfeksi lokasi ternak. 

Selain itu, terdapat potensi pembatasan perdagangan ternak secara global. Oleh karena itu, teknologi
deteksi dini dan fasilitas penelitian seperti yang dimiliki oleh Balai Besar Penelitian Veteriner (BBLitvet) sangat penting untuk mendeteksi dan mengatasi infeksi LSD dengan cepat dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Sendow, I., Assadah, N. S., Ratnawati, A., Dharmayanti, N. L. P. I., & Saepulloh, M. (2021). Lumpy Skin Disease: Ancaman Penyakit Emerging bagi Status Kesehatan Hewan Nasional [Lumpy Skin Disease: Emerging Diseases Threats for National Animal Health Status]. Balai Besar Penelitian Veteriner, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Dameanti, F. N. A. E. P., Hendrawan, V. F., Adrenalin, S. L., Aditya, S., Luthfiana, N., N. A. I., N. A. I. F. O., & Kamulyan, U. (2023) Gambaran Pengetahuan Penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) di Desa Candirejo, Ngrendeng, dan Gadungan, Kabupaten Blitar [Knowledge Description of Lumpy Skin Disease (LSD) in the Villages of Candirejo, Ngrendeng, and Gadungan, Blitar Regency].

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun