Mohon tunggu...
Zahrah Fudoli
Zahrah Fudoli Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai

Hanya ingin menulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Yuk Ikut Tes Kesehatan

14 Januari 2012   19:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:53 10632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa minggu yang lalu, teman-teman mengajak ikut tes kesehatan. “Ayo, ini udah bulan Januari, suratnya udah keluar lho… Kita bareng-bareng aja tes kesehatannya, biar rame. Gak enak lho kalo tes sendirian”.

Memang salah satu syarat untuk menjadi PNS dari CPNS adalah surat keterangan sehat yang tentunya harus melalui serangkaian tes kesehatan. Dan surat keterangan sehat tersebut harus dari rumah sakit pemerintah, bukan rumah sakit swasta. Ada dua pilihan rumah sakit pemerintah yang menjadi pertimbangan kami, RSUD Dr Soetomo Surabaya dan RSUD Sidoarjo. Dan akhirnya kami sepakat memilih RSUD Sidoarjo dilihat dari segi lokasi dari tempat kerja dan juga biaya tes kesehatannya.

Beberapa dari kami pergi ke RSUD Sidoarjo untuk konfirmasi jadwal tes sambil membawa surat pengantar dari bagian Kepegawaian. Memang untuk menjalani tes kesehatan, kami tidak serta merta langsung datang ke sana, tapi harus membuat janji terlebih dahulu. Kami mendapatkan kisaran biaya dan diberi jadwal keesokan harinya, pukul 7 pagi (wow pagi sekalee, tapi tak apalah, demi PNS).

Pukul 7 pagi tepat kami sudah berada di sana, di unit poli spesialis, menemui perawat yang mengkoordinir tes kesehatan kami. Pertama membayar tiket masuk sebesar Rp20.000. kemudian mengisi formulir. Tes kesehatan yang akan diikuti meliputi tes urine, tes darah, foto radiologi, tes pacu jantung (bagi yang berusia 35 ke atas) dan tes psikotropika. Ternyata untuk mengikuti tes urine, diharuskan puasa 10 jam sebelumnya. Padahal beberapa dari kami ada yang sudah sarapan. Ada yang barusan makan soto daging, roti boy, minum teh manis. Saya juga baru makan roti jam 1 pagi (terbangun tengah malam nih). Padahal kemarin waktu kami konfirmasi jadwal, kami diberitahu bahwa tidak diharuskan puasa sebelumnya. Nah, sekarang ini malah kebalikannya. Kami disuruh kembali lagi besok bagi yang tidak puasa. Beberapa dari kami tidak terima, terjadi sedikit adu argumentasi. Akhirnya kami pun dibolehkan ikut tes pada hari itu, bukan besoknya. Alhamdulillah.

Tes pertama yang dijalani adalah tes urine dan darah. Kami masuk ruang periksa melalui pintu belakang (loh?) bukan lewat pintu depan tempat antrian pasien-pasien. Tidak apa-apalah yang penting cepat dilayani. Seperti biasa sample urine dimasukkan ke dalam sebuah botol kaca kecil. Dan sample darah diambil dari lengan sebanyak satu buah suntikan kecil. Sepertinya di antara kami tidak ada yang takut dengan jarum suntik, lancar-lancar saja. Aman terkendali (siapa di antara kalian yang alergi dengan jarum suntik?). Adapun biaya tes urine dan tes darah adalah yang termahal di antara tes yang lain. Lumayan dalam merogoh kocek untuk yang satu ini. Pertama kami dipatok seharga Rp340.000. Dan setelah terjadi penawaran dan pengurangan item-item, akhirnya kena Rp250.000. Jadi ingat tawar menawar di pasar tradisional saja. Tapi lumayanlah menghemat beberapa puluh ribu.

Tes kedua adalah tes radiologi. Yup benar, kata lainnya adalah rontgen. Salah seorang di antara kami ada yang tidak menjalani tes ini karena hamil, karena jelasnya akan berpengaruh ke janin yang dikandungnya. Di sini terlebih dahulu kami membayar biaya tesnya sebesar Rp60.000. Setelah antri sebentar, kami pun dipanggil sebanyak dua orang untuk sekali masuk ke ruang radiologi. Ternyata yang difoto adalah bagian dada. Logam dan perhiasan yang menghiasi terlebih dahulu harus dilepas sebelum difoto karena akan mengganggu hasil. Sebenarnya proses foto rontgen ini cukup cepat (yang lama mungkin proses ganti bajunya ya).

Selesai sudah, tinggal menunggu tes psikotropika. Biayanya Rp25.000. Salah seorang dari kami berumur lebih dari 35 tahun, jadi dia harus menjalani tes jantung. Kami bertanya-tanya seperti apa tes jantung itu. Ternyata, dada ditempeli kabel-kabel dan dari situ keluar hasil berupa grafik di kertas. Ow, just like that.

Menunggu tes psikotropika sangat lama sekali. Rupanya antriannya sangat panjang dengan hanya dilayani oleh satu dokter saja. Kali ini kami tidak mendapat prioritas ‘memotong’ antrian, jadi harus menunggu seperti pasien regular lainnya. “Ishoma aja yuk!”. Yah daripada menjadi jamur di situ.

Tiba giliran kami. Itupun dengan keadaan sepi pasien, lampu-lampu utama telah dimatikan, dan pegawai unit poli spesialis telah pulang. Dengan membawa hasil tes darah, kami diwawancarai sedikit oleh dokter yang mempunyai titel SPKj di belakang namanya itu. Lumayan menarik walau hanya sebentar.

Dari sekian proses di atas, tidak serta merta bisa menghasilkan surat keterangan sehat. Esok harinya kami kembali ke sana lagi, untuk menemui dokter yang akan memeriksa semua hasil tes (resume medik) dengan biaya Rp25.000. Dan dialah yang berhak mengeluarkan surat keterangan sehat yang salah satunya berisi poin: Layakkah kami menjadi PNS? “Oh pasti layak. Semua tes ini kan hanya formalitas belaka!”, kata salah seorang di antara kami. Geli kami mendengarnya, tapi di dalam hati mengiyakan (?). Sudah jamak terdengar bahwa surat keterangan sehat ini bisa dibeli tanpa melalui pemeriksaan yang berbelit-belit, itupun dengan biaya yang ternyata tidak mahal. Tapi kemudian apakah kami salah jika memilih jalur yang sesuai prosedur?

Surabaya, 15 Januari 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun