Bencana sudah seperti saudara yang berhubungan erat di Indonesia. Dimana letak geologis dan kondisi geomorfologis Indonesia memiliki peran besar terhadap jumlah kejadian bencana di Indonesia yang sangat tinggi. Tahun 2024 ini saja sudah terjadi 1.270 bencana yang menyebabkan 391 orang meninggal, 54 hilang, 674 terluka, 3.545.359 orang menderita, 318.933 mengungsi.Â
Sementara kerusakan bangunan yang terjadi meliputi 38.900 rumah, 500 lembaga pendidikan, 37 fasilitas kesehatan, dan 363 tempat ibadah. Banyaknya jumlah pengungsi dan kerusakan yang ada menyebabkan kebutuhan akan managemen bencana baik sebelum, ketika, dan pasca bencana perlu diperhatikan dengan lebih baik lagi.Â
Khususnya menciptakan lingkungan pengungsian yang nyaman dan memelihara privasi antar keluarga dengan pengelolaan dan fasilitas yang baik serta mudah untuk dipindahkan. Salah satu pengungsian yang memiliki konsep tersebut adalah pengungsian yang terletak di belakang SD SMPN Satu Atap Gunung Sari 04, Kota Batu.Â
Pengungsi yang berada di wilayah tersebut berjumlah sekitar 20-25 kepala keluarga yang memiliki tempat tersendiri untuk keluarganya. Namun proses pemindahan, pemasangan, dan penyimpanan tempat tersebut memiliki kesulitan tersendiri karena bahannya terbuat dari besi dan asbes.Â
Sehingga ketika dibongkar, barang tersebut tidak bisa digunakan kembali dan besi serta asbes yang masih utuh dijual atau dibagikan kepada orang yang menginginkannya. Lebih banyak diambil oleh perangkat desa untuk kepentingannya sendiri.Â
Padahal gerakan tanah di wilayah tersebut tergolong tinggi sehingga bencana tanah longsor dengan skala besar bisa sangat mungkin terjadi. Sehingga membutuhkan managemen pengungsian yang lebih baik dan tidak hanya bisa digunakan satu kali pakai. Berikut merupakan gambar yang diperoleh dari observasi yang telah dilakukan di bekas pengungsian bencana tanah longsor dusun Gunung Sari, Kota Batu.
Melihat hal tersebut, pihak peneliti dari Universitas Negeri Malang menginisiasi konsep Kampung Darurat Cerdas Cakrawala dimana konsep ini hendak mewujudkan lokasi pengungsian yang memiliki tenda keluarga dengan standart SNI dari BPBD sehingga setiap keluarga memiliki privasi dan kenyamanan untuk dirinya dan keluarganya. Konsep KDCC terdiri atas tenda keluarga, sekolah darurat, dan panel surya sebagai sumber energi. Konsep ini tentunya perlu dikomunikasikan dan dikoordinasikan kembali dengan BPBD setempat untuk memperoleh implementasi yang optimal. Juga ditambah dengan bekal-bekal pelatihan pada pihak pengelola untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Berikut merupakan model konsep KDCC hasil brainstorming tim peneliti Universitas Negeri Malang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H