Mohon tunggu...
zahra danica
zahra danica Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya suka menuliskan segala bentuk pemikiran dan pertanyaan yang ada di kepala saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mahasiswa ITB Datangi Rektorat, Protes Tingginya UKT dan Pembayarannya Dengan Sistem Pinjol

11 Februari 2024   18:28 Diperbarui: 2 Maret 2024   23:46 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: X @aGusDurian1 

Gedung Rektorat ITB, Jalan Sulanjana, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (29/1/2024),menjadi saksi ketika ratusan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) turun ke jalanandalam protes terhadap metode pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT). Protes ini terkaitdengan penggunaan skema pinjaman online (pinjol) melalui danacita yang baru-baru inimenciptakan kontroversi. Para mahasiswa ITB yang ikut dalam aksi demonstrasi tersebut datang mengenakan almamater berwarna hijau, lambang khas identitas kampus.

Menurut laporan Tribunmanado.co.id, Reini Wirahadikusumah, rektor ITB, menjadi viral di media sosial setelah isu pembayaran UKT menggunakan pinjol mencuat. Kehebohan ini semakin berkembang ketika sebuah foto menunjukkan pembayaran UKT sebesar Rp 12 juta dapat dilakukan melalui pinjol dan dicicil selama 6 atau 12 bulan. Akibatnya, mahasiswa ITB menuntut Reini Wirahadikusumah untuk mengundurkan diri. Tagar #MakzulkanReini pun muncul sebagai ekspresi ketidakpuasan.

Lewat akun ‘X’ nya, penggunya akun @aneswaraa, Taufiq Pangestu, mengatakan bahwa pihak-pihak yang bersangkutan tidak mau diajak kompromi untuk turun langsung menerima kehadiran seluruh mahasiswa yang melakukan demo dan dikabarkan bahwa rektor pergi ke luar negeri. Bersamaan dengan hari unjuk rasa beberapa mahasiswa ke Gedung rektorat, pengguna akun ‘X’ @calendoula, Christon, mengabarkan bahwa dirinya telah dikeluarkan dari tim ditmawa ITB karena salah satu postingannya yang dinilai terlalu kasar oleh pihak ITB. Sebelumnya, Christon memposting sebuah cuitan ketidak sanggupan dirinya juga gaji orang tuanya untuk membayar UKT ITB yang terlalu tinggi. Christon sendiri harus membayar UKT full dengan nominal Rp12.500.000 sedangkan gaji ayahnya hanya Rp3.700.000. Christon menilai pembagian UKT ini terlalu kejam dan tidak adil, system help center ITB juga tidak membantu, pun, banding permohonan penurunan belum kunjung diterima membuatnya frustasi.

Institut Terbaik Bangsa Seharusnya Malu Mempersulit Mahasiswanya Menuntut Ilmu

Isu ini jelas menunjukkan bahwa ketidakpuasan dari mahasiswa ITB terhadap tingginya biaya yang harus dikeluarkan dan kebijakan pembayaran UKT dengan skema pinjol. Meskipun kebijakan ini mungkin bertujuan untuk membantu mahasiswa yang kurang mampu secara finansial, namun penggunaan pinjol sebagai metode pembayaran dapat menimbulkan risiko yang tidak diinginkan. Selain itu, kebijakan ini juga dinilai sebagai bentuk pemerasan oleh beberapa pihak. Ditambah lagi, ITB sering kali dinilai bahwa kampus ini adalah Institut Terbaik Bangsa, namun karena sistem UKT yang amat mengecewakan malah menunjukkan bahwa mereka mungkin dapat menjadi Institut Terburuk Bangsa. Bertahun-tahun kampus ini dikenal dengan sejarahnya akan alumni-alumni hebat, para pengajar luar biasa, juga mahasiswanya yang selalu buat bangga. Sayang sekali jika karena masalah ini citra baik Institut Teknologi Bandung akan tercoreng. Masalah ini sama sekali tidak mencerminkan seperti motto yang dimiliki oleh ITB, yaitu “In Harmonia Progressio” yang berarti harmoni, kebersamaan dan kemajuan karena mereka telah gagal untuk maju bersama dalam keharmonisan.


Oleh karena itu, saya berharap pihak ITB dapat mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan mencari solusi yang lebih baik untuk semua pihak yang terlibat. Langkah pertama yang dapat diambil adalah melakukan konversasi dengan mahasiswa untuk memahami secara lebih mendalam tantangan yang mereka hadapi dalam membayar UKT dan mencari jalan keluar sambil melakukan evaluasi. Memerhatikan solusi yang akan dilaksanakan juga menanggapi keluhan mahasiswa dengan menunjukkan sedikit empati dan tidak menyepelekan apa yang mahasiswanya rasakan; bukannya malah mengeluarkan mahasiswa dari sumber
penghasilannya yang di mana untuk dia bertahan hidup sehari-hari. Tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak ditmawa yang bersangkutan akan diberhentikannya salah satu mahasiswa dari ditmawa hanya karena dia menunjukkan keluhan akan keberatannya UKT yang tinggi itu sangat menunjukkan bahwa ITB antikritik. Selain itu, ITB juga dapat mempertimbangkan
untuk mengadakan survei kepuasan mahasiswa secara berkala untuk memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan memang sesuai dengan kebutuhan dan harapan mahasiswa. Dengan cara ini, ITB dapat memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan memang adil dan transparan serta memperhatikan keberlanjutan keuangan mahasiswa.

Jika hal-hal tersebut tidak kunjung meringankan mahasiswa dan malah memperburuk keadaan, perlunya kesadaran dan dukungan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk turun tangan lalu memberikan solusi yang efektif. Sebagai lembaga pendidikan yang dihormati, ITB memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan akademis dan kesejahteraan mahasiswa. Dengan bersama-sama mencari solusi yang adil dan berkelanjutan, ITB dapat memperkuat reputasinya sebagai lembaga yang peduli dan responsif terhadap kebutuhan mahasiswanya, serta berperan aktif dalam meningkatkan aksesibilitas pendidikan tinggi di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun