Mohon tunggu...
Zahra Anas Zaen
Zahra Anas Zaen Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkembangan Media & Industri Kreatif di Indonesia, Apa Manfaatnya bagi Negara?

7 September 2024   09:30 Diperbarui: 7 September 2024   09:33 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sudah tidak langka lagi bagi kita untuk mengetahui bahwa media dan industri kreatif hadir di Indonesia. Cakupannya luas dan menyenggol berbagai sektor seperti pariwisata, telekomunikasi, dan ekonomi. Seperti yang kita ketahui, industri kreatif adalah industri yang bergerak diawali dengan ide, konsep, dan gagasan sehingga melahirkan inovasi berupa produk atau layanan yang mengedepankan keahlian serta kreatifitas yang bernilai ekonomi tinggi. Sedangkan media kreatif adalah istilah yang digunakan menggambarkan bentuk-bentuk komunikasi yang dirancang dan diproduksi dengan menggunakan kemampuan kreatif dan teknologi, seperti jenis konten, seperti desain grafis, video, animasi, fotografi, dan banyak lagi.

Hubungan Industri Kreatif dan Ekonomi Nasional

Tentunya, industri kreatif dan ekonomi tidak dapat dipisahkan. Hal ini dikarenakan industri kreatif Indonesia telah memberikan kontribusi besar dalam membantu perekonomian nasional. Semakin banyaknya industri kreatif di Indonesia, dapat memberikan kontribusi yang baik pula bagi pertumbuhan perekonomian nasional, meliputi ketersedian lapangan pekerjaan, pemasukan negara hasil ekspor dan impor, dan lain sebagainya.

Dalam laporan tahun 2008, Menteri Perdagangan saat itu, Mari Elka Pangestu mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi kreatif lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, industri kreatif juga menjadi penyumbang ekspor sebesar 7% dari total ekspor di tahun 2006. Setelahnya, industri kreatif menjadi topik hangat dalam perbincangan pemerintah, swasta, maupun perseorangan. Pemerintah juga ikut andil dalam memberikan kontribusinya pada industri kreatif melalui Badan Ekonomi Kreatif atau Bekraf dan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Berbagai program diberikan untuk mendukung para pelaku industri kreatif meliputi pembiayaan, pelatihan, dan pameran internasional.

Pemetaan Industri Kreatif di Indonesia

John Howkins dalam The Creative Economy (2001) menemukan kehadiran gelombang ekonomi kreatif setelah menyadari untuk pertama kalinya pada tahun 1996 karya hak cipta Amerika Serikat mempunyai nilai penjualan ekspor yang jauh melampaui ekspor sektor lainnya. Terdapat 15 kategori industri yang diusulkan Howkins dalam ekonomi kreatif. Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Perdagangan RI lebih dekat dengan klasifikasi yang digunakan oleh Howkins (2001) yang dipetakan dengan 14 sektor industri kreatif antara lain: (1) periklanan, (2) arsitektur, (3) pasar seni dan barang antik, (4) kerajinan, (5) desain, (6) fesyen, (7) video, film, dan fotografi, (8) permainan interaktif, (9) musik, (10) seni pertunjukan, (11) penerbitan dan percetakan, (12) layanan komputer dan piranti lunak, (13) televisi dan radio, dan (14) riset dan pengembangan.

Indonesia pernah menjadi salah satu negara yang mempunya potensi dalam pengembangan industri kreatif baik di kawasan ASEAN maupun pasar dunia. Terdapat tiga para aktor yang dibutuhkan untuk menciptakan industri kreatif yang diharapkan oleh semua pihak, yaitu pemerintah, bisnis, dan cendikiawan. 

Beberapa dekade ini pun, berbagai contoh perkembangan ini dapat dilihat dari salah satu sektor industri kreatif, yaitu seni musik. Industri musik Indonesia jelas mengalami kemajuan, dibantu dengan adanya platform digital mendegarkan musik seperti Spotify dan Apple Music yang menjembatani musisi lokal dalam menjangkau audiens global. Kabar adanya kolaborasi musisi Indonesua dengan musisi internasional menjadi semakin umum, contohnya Lyodra dengan Calum Scott membawakan lagu berjudul Heaven yang rilis pada 2022 silam.

Namun, sangat disayangkan perkembangan ini terhalang dorongan pemerintah yang dirasa masih kurang maksimal dan kurang terarah, menjadikan perkembangan ini berjalan dengan langkah yang cenderung lamban. Tidak seperti musik, industri seni kerap dipandang sebelah mata. Lebih sering ditemukan museum-museum yang sepi dan tidak terurus, padahal potensi seniman Indonesia sudah banyak yang dilirik oleh kurator mancanegara. Tidak diragukan, hal ini bisa menjadi alasan mengapa banyak seniman yang lebih memilih mengepakan sayapnya di luar negeri daripada di negaranya sendiri.

Secara keseluruhan, media dan industri kreatif menunjukkan berpotensi besar untuk terus dikembangkan, didorong oleh inovasi dan ide, dukungan pemerintah, dan talenta anak bangsa. Karena bukan hanya memberi keuntungan yang bersifat individual, melainkan membantu mensejahterakan perekonomian nasional. Kemudian tulisan ini ditutup dengan saran dari penulis bahwa sudah sepatutnya negara memfasilitasi dan memelihara para seniman dan cendikiawan untuk terus berkarya di tanah air, memberikan banyak alasan bahwa Indonesia adalah tempat yang layak untuk dijadikan panggung pementasan karya-karya anak bangsa. Sehingga harmonisasi para aktor penting dalam industri kreatif melahirkan perkembangan yang diimpikan semua pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun