HIV/AIDS menjadi salah satu isu serius di tingkat dunia, banyak sekali konferensi yang membahas mengenai pengentasan kasus HIV/AIDS di dunia. Tercantum salah satunya sebagai Tujuan SDGs dalam meningkatkan kesehatan yang baik, yakni salah satu target pada poin 3.3 mengakhiri epidemi AIDS. Pemerintah menargetkan terciptanya three Zero pada tahun 2030, yakni bebas infeksi HIV baru, bebas diksriminasi dan stigma pada pengidap HIV,serta bebas kasus kematian akibat AIDS.
Tepat pada hari ini, 1 Desember, diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia. Dirayakan setiap tahun sebagai bentuk kampanye pengentasan HIV/AIDS. Tema yang diusung oleh World Health Organization (WHO) untuk memperingati hari AIDS 2022 adalah "Equalize" atau menyamakan. Dengan harapan mampu menyetarakan akses penghentian HIV/AIDS untuk seluruh lapisan masyarakat.
Pada pertemuan UNGA ke-77 dan Global Fund Replenishment Conference di New York Oktober lalu, Indonesia mencoba melangkah lebih jauh dari sebelumnya dengan bergabung bersama negara lain dalam pendanaan resplenisment 2023-2025 untuk mengakhiri global epidemi pada tahun 2030.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengakhiri pertumbuhan HIV/AIDS hingga tahun 2025 telah dirancang strategi fast track 95-95-95, yang meliputi 95% orang yang hidup dengan HIV di semua negara dan komunitas menyadari status mereka melalui tes atau deteksi dini, 95% dari semua orang yang didiagnosis dalam pengobatan berupa terapi ARV, dan 95% dari mereka yang dalam pengobatan berhasil menekan jumlah virus sehingga mengurangi kemungkinan penularan HIV, juga tidak ada lagi stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS.
Setidaknya tercatat hingga juni 2022, berdasarkan data yang dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan, jumlah penderita human immunodeficiency virus di Indonesia mencapai 519.158 orang. Angka ini menunjukkan kenaikan dibandingkan dengan tahun 2021 yang jumlahnya mencapai 427.201 orang. Kenaikan jumlah pengidap HIV/AIDS ini diperkirakan terjadi salah satunya karena petugas kesehatan dan pelayanan kesehatan makin giat untuk melakukan deteksi pemeriksaan HIV/AIDS sehingga semakin banyak kasus baru yang ditemukan.
Keterbatasan informasi seringkali membuat Orang dengan HIV AIDS (ODHA) tak mengetahui status penyakit yang mereka derita. Karenanya, Krittyawan selaku Country Director UNAIDS Indonesia menilai penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk bisa menyampaikan informasi dan sosialisasi mengenai masalah HIV. Menurutnya, tugas sosialisasi ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah namun juga pihak swasta, termasuk media.
Dalam peringatan tahun ini, kampanye Hari AIDS mengajak seluruh masyarakat untuk mengatasi ketidaksetaraan akses juga pembebasan diskriminasi terhadap orang pengidap HIV/AIDS yang menghambat kemajuan dalam pengentasan penyakit HIV/AIDS.
"Kita dapat mengakhiri AIDS jika kita mengakhiri ketimpangan yang melanggengkannya. Pada Hari AIDS Sedunia ini, setiap orang harus terlibat dengan berbagai pesan bahwa kita semua bisa mendapat manfaat ketika kita mengatasi ketidaksetaraan," kata Winnie Byanyima, Direktur Eksekutif UNAIDS, di situs web UNAIDS ( 28/11/2022).
Endang Budi Hastuti, Kepala Sub Bagian AIDS dan PIMS Kementerian Kesehatan RI, mengatakan sosialisasi isu HIV saat ini sedang berlangsung. Menurutnya, sosialisasi penting bagi masyarakat untuk dapat mencegah penularan HIV. Hal ini juga dapat mengurangi jumlah kematian akibat HIV/AIDS. Selain itu, sosialisasi penting untuk mengurangi diskriminasi dan stigma sosial terhadap orang yang hidup dengan HIV. "Tujuan kami adalah mencapai 3 nol pada tahun 2030, yang berarti tidak ada lagi infeksi HIV baru, tidak ada lagi kematian akibat HIV/AIDS dan tidak ada lagi diskriminasi," kata Endang.
Sayangnya, menurut International Journal of Equity in Health yang diterbitkan pada tahun 2015, stigmatisasi oleh penyedia layanan kesehatan tetap menjadi penghalang tertinggi untuk perawatan di kalangan pekerja seks yang menderita HIV/AIDS.
Berdasarkan pada sistem kesehatan nasional yang diatur dalam Pasal 1 Nomor  2 jo. Pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional yang merupakan tindak lanjut dari Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa pengelolaan kesehatan diselenggarakan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia secara terpadu dan saling mendukung untuk memastikan tercapainya kualitas kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya serta dilaksanakan secara bertahap dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.