Psikopat adalah istilah yang seringkali kita dengar, tetapi mungkin masih banyak yang belum sepenuhnya memahami apa itu psikopat dan bagaimana cara mereka berfungsi dalam masyarakat. Psikopat merujuk pada individu yang memiliki gangguan kepribadian antisosial, di mana mereka cenderung menunjukkan perilaku yang tidak peduli terhadap norma sosial, kurangnya empati, dan kemampuan terbatas untuk merasakan penyesalan atau rasa bersalah. Â Kiehl dan Hoffman mendefinisikan psikopati sebagai sekumpulan gejala psikologis yang biasanya muncul di awal masa kanak-kanak dan memengaruhi semua aspek kehidupan penderitaan, termasuk hubungan dengan keluarga, teman, pekerjaan, dan sekolah. Mereka juga mengatakan bahwa Psikopati sangat umum terjadi dibandingkan gangguan mental lainnya. Psikopati dua kali lebih umum daripada skizofrenia, anoreksia, gangguan bipolar, dan paranoia, dan hampir sama umum dengan bulimia, gangguan panik, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, dan narsisme.
Meski tidak semua psikopat adalah kriminal, gangguan ini sering kali dikaitkan dengan tindakan yang melanggar hukum. Salah satu hal yang paling menarik dan sering menjadi perdebatan di kalangan para profesional kesehatan mental adalah mengapa psikopat begitu sulit untuk direhabilitasi. Untuk memahami hal ini, kita perlu melihat berbagai aspek dari gangguan psikopat dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses rehabilitasi mereka.
1. Ciri-ciri Psikopat yang Memengaruhi Rehabilitasi
Salah satu alasan utama mengapa psikopat sulit direhabilitasi adalah karena ciri-ciri kepribadiannya yang mendalam dan sulit berubah. Psikopat cenderung memiliki sifat-sifat tertentu yang membedakan mereka dari individu dengan gangguan kepribadian lainnya. Beberapa ciri ini termasuk kurangnya empati, ketidakmampuan merasakan penyesalan, dan ketidaksadaran terhadap dampak perilaku mereka terhadap orang lain.
Kurangnya empati adalah salah satu karakteristik yang paling menonjol pada psikopat. Mereka tidak merasakan kesedihan atau penderitaan orang lain, yang membuat mereka tidak memiliki dorongan moral untuk berhenti melakukan perilaku merugikan. Misalnya, mereka bisa melakukan tindakan kekerasan atau manipulasi tanpa merasa bersalah. Ketika mereka tidak merasa bersalah atas tindakan mereka, bagaimana mereka bisa disarankan untuk berubah? Tanpa kesadaran akan akibat buruk dari perilaku mereka, psikopat tidak merasa perlu untuk berhenti atau memperbaiki diri.
Selain itu, psikopat cenderung sangat manipulatif. Mereka pintar berbicara dan mampu meyakinkan orang lain untuk mengikuti kehendak mereka. Dalam sistem rehabilitasi, psikopat sering kali bisa memanipulasi petugas atau konselor untuk mengesankan bahwa mereka sudah berubah, padahal kenyataannya mereka hanya berusaha mendapatkan manfaat atau keuntungan pribadi. Keberhasilan rehabilitasi sangat bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengakui kesalahan dan ingin berubah, tetapi psikopat cenderung tidak memiliki motivasi internal yang kuat untuk berbuat demikian.
2. Ketidakmampuan untuk Membangun Hubungan Sehat
Rehabilitasi yang efektif sering kali melibatkan pembentukan hubungan yang sehat dan positif antara individu dengan konselor atau petugas rehabilitasi. Hal ini membantu individu untuk merasa dihargai dan mendapat dukungan untuk berkembang menjadi pribadi yang lebih baik. Namun, bagi psikopat, membangun hubungan yang sehat menjadi sangat sulit. Psikopat cenderung terisolasi secara emosional dan tidak mampu membangun ikatan yang tulus dengan orang lain. Mereka tidak merasa terhubung dengan orang lain secara emosional, dan ini sangat mempengaruhi kemampuan mereka untuk merespons program rehabilitasi dengan baik.
Pentingnya hubungan yang penuh kasih sayang dan pengertian dalam proses rehabilitasi tidak bisa diabaikan. Orang yang terlibat dalam rehabilitasi harus merasa didengar dan dipahami agar dapat membuka diri dan berkembang. Namun, psikopat, dengan keterbatasan mereka dalam merasakan empati, sering kali tidak mampu membuka diri. Mereka lebih cenderung menggunakan hubungan tersebut untuk keuntungan pribadi atau untuk mencapai tujuan mereka sendiri. Ini membuat mereka kurang mampu untuk sepenuhnya berpartisipasi dalam proses perubahan yang melibatkan kepercayaan dan keterbukaan.
3. Pengaruh Genetik dan Biologis