Mohon tunggu...
Zahra Vee
Zahra Vee Mohon Tunggu... -

Nasib kita ialah akibat, tidak semata menunjuk pada takdir. Karena kita adalah sebab. Blog pribadi: bilikzahra.WordPress.com zahra2508.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cintaku Kejedot Restu

11 Maret 2016   12:35 Diperbarui: 11 Maret 2016   12:41 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

; memaknai perpisahan 

Perpisahan bukan sekadar tentang seberapa besar kesedihan atas sebuah kehilangan. Atau seberapa banyak hujan-hujan yang diam-diam menembus sudut mata. Meski tak dapat kupungkiri betapa ngilu seisi dada, saat segala tentangmu..., serupa anak-anak angin yang menyusup pada celah-celah sepi dalam ruang hati. Membuatku kembali gigil, terperangkap oleh rindu yang yatim. Ya, begitulah rinduku tanpamu. 

Namun apakah hanya berujung pada kebencian, kesedihan, atas perpisahan yang sejatinya tidak pernah kita inginkan? 

Aku pernah bilang padamu, cinta adalah anugerah. Ianya bukan sesuatu yang bisa kita paksa ada, dengan siapa, di mana, dan dengan cara bagaimana. Sebab di situlah indahnya cinta. Tuhan selalu mempunyai cara menghadirkan cinta dengan cara-Nya. Begitu pun dengan kita.

Aku cukup sadar, atas segala aral yang pada akhirnya membuat kita terpaksa sudah. Membuat kita belajar membuka mata, bahwa tak selalu cinta yang kita harap sepenuh doa, adalah cinta yang mereka minta. Mereka siapa? Engkau pernah dengar bukan, bahwa restu Tuhan ada pada restu orang tua? Dan cinta sejati tak pernah mengajarkan durhaka kepada mereka. Sebab kita berhutang surga di keduanya.

Namun haruskah, semua yang sudah kita awali dengan baik harus berakhir dengan ketidakbaikan? Bukankah silaturahmi tak sebatas saat aku bersamamu, atau ketika kita adalah kita? 

Mungkin benar, kitalah hati yang paling patah. Kitalah hati yang paling pasrah. Saat pinta mereka tak sebatas perintah, namun ialah amanah. Atau kita sederhanakan saja, bahwa Tuhan belum menggariskan takdir atas kita. 

Lalu apa setelah perpisahan ini? Setelah hari-hari yang berbeda, hari-hari yang akan lebih disesaki oleh kenangan, oleh sisa-sisa harapan, serta semoga-semoga yang hanya terhenti di dalam doa? Aku tidak tahu. Sungguh! Dengan jujur kukatakan, kehilanganmu..., aku serupa puisi tanpa ibu. 

Aku masih ingat balasan chat-mu kala itu. Saat aku tak mampu lagi menahan sesak karena diammu. Sebuah jawaban kau kirim sebagai penjelasan; 'Aku hanya tak ingin kamu terlalu berharap padaku, Nduk. Itu saja!'

Setidaknya diam dan tak acuh bukanlah ending yang baik untuk sesuatu yang pernah baik. 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun