Perempuan itu tidak tampak gila. Pakaiannya normal. Dandanan biasa一bedak tipis dengan sedikit polesan lipstik merah muda yang membuat gerak bibirnya tampak memesona. Apakah mungkin aku yang salah dengar?
"Kau mau kan membantuku hamil?" ulang perempuan itu. Aku tercengang, mengernyit. "Kau pasti mengira aku gila." Ia mendesah, menatapku pasrah. "Kau tahu? Kau adalah laki-laki ketujuh yang menganggap aku sudah tidak waras." Ia kembali mendesah, mendongak. Menatap langit yang mulai gelap. Aku menelan ludah. Cenayangkah perempuan ini?
"Harusnya aku tak menerima perjodohan ini," ucap perempuan itu tanpa menoleh. Seakan sedang berbicara dengan dirinya sendiri. "Laki-laki itu pantasnya jadi kakekku, bukan suami yang berharap bisa menanam benih kelelakiannya, sementara untuk berdiri saja masih kepayahan." Ia menundukkan kepala, menghela napas.
"Dan bagaimana mungkin aku bisa hamil dengan kakek tua yang sebelum menyentuhku saja sudah jantungan?" Tiba-tiba perempuan itu menoleh. "Kau mau kan membantuku hamil? Jika tidak, keluarga kakek tua itu akan mengusir orang tuaku."
Aku bergeming. Menatap lamat-lamat perempuan muda di depanku. Ia sangat cantik, melebihi kekasih yang telah menyelingkuhiku dengan sahabat sendiri.
"Bagaimana caraku membantumu bisa hamil, Nona?"
#Vee, 5 Februari 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H