; Kisah Cinta Diam-diam Seorang Sipir
Â
'Bukankah sebuah dosa mencintai perempuan yang sudah bersuami?'
Â
**
Perempuan itu datang lagi. Seperti biasa. Setiap satu minggu sekali. Tidak pernah telat. Tidak pernah tidak. Dengan mimik muka yang sama—senyum yang berusaha ia ciptakan menghiasi langit-langit wajahnya. Menutupi mendung hitam yang mencoba ia sembunyikan. Dan di tangan kanan perempuan itu, selalu tergenggam tas berwarna biru berisi rantang makanan.Â
Selalu begitu. Berulang-ulang. Selama hampir enam bulan terakhir.Â
Aku hanya sekilas melihat perempuan itu lewat. Menundukkan kepala, tersenyum datar. Tanpa ekspresi yang berlebihan ketika menyapaku—jadwal kerjaku.Â
 Bukankah sebuah hal yang biasa, keluarga napi datang untuk menjenguk sanak keluarga, teman, atau kerabat yang menjadi penghuni rumah tahanan?
Aku menjadi sipir sudah empat tahun. Menjadi pengawas, teman bicara, bahkan menjadi orang yang mencoba mengerti psikologis mereka atas tekanan hidup di dalam jeruji besi. Berusaha mendekati mereka dengan tindak dan input positif, agar secara mental menjadikan mereka lebih baik.
Seiring waktu berjalan. Sesering aku melihat perempuan itu. Perasaan aneh ini tiba-tiba ada begitu saja. Perasaan yang entah apa.Â