Mohon tunggu...
Zahra Azharani
Zahra Azharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan

Saya hanyalah seorang perempuan yang sedang mengeksplor dunia dengan tulisan. Hobi saya adalah mendengarkan musik, menonton konten-konten K-Pop.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perempuan dalam Pusat Male Gaze di Perfilman

16 Juli 2024   22:30 Diperbarui: 16 Juli 2024   22:35 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

            "It is literally impossible to be a woman. You are so beautiful, and so smart, and it kills me that you don't think you're good enough. Like, we have to always be extraordinary, but somehow we're always doing it wrong", Monolog America Ferrera dalam film Barbie. Tampaknya menjadi perempuan itu tidaklah mudah, seperti yang dituturkan dalam monolog tersebut. Bagaimana struggle yang setiap hari dialami oleh para perempuan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari masalah mesntruasi sampai double standard dalam dunia pekerjaan. Bahkan, terkadang para perempuan tidak menyadari persoalan tersebut dan menganggap segala sesuatu nya seolah wajar.

           Istilah patriarki dalam kehidupan kita sehari-hari, agaknya bukan merupakan hal baru. Patriarki adalah hasil rekonstruksi sosial bagaimana perempuan dianggap menjadi manusia kelas dua, dibawah laki-laki. Sistem patriarki inilah yang membawa perlakuan ketidaksetaraan perempuan yang berefek di semua aspek kehidupan, termasuk di industri film. Dalam dunia film, ada dikenal teori male gaze.

Pengertian Male Gaze

              Menurut Mulvey, male gaze adalah teknik produksi film yang menngunakan prespektif voyeuristic dan erotis pada penggambaran perempuan dari point of view protagonis heteroseksual laki-laki yang diinternalisasi oleh penonton. Dalam singkatnya male gaze adalah penggambaran perempuan dalam film yang di objektifikasi secara seksual untuk kepuasan penonton laki-laki. Yang digambarkan melalui angle kamera, cut scene, lighting, dan teknik-teknik lainnya yang mengesankan objektifikasi perempuan.

             Banyak film yang mengandung unsur male gaze. Contohnya film Transformers (2007) yang disutradarai oleh Michael Bay. Dalam salah satu scene terlihat adegan karakter perempuan Mikaela Banes dan karakter Sam Witwicky memperbaiki mobil, pergerakan kamera yang mengikuti pandangan dari karakter Sam meperlihatkan lekuk tubuh karakter Mikaela. Fokus utama dalam scene tersebut bukan lagi tentang bagaimana karakter Mikaela sedang memperbaiki mobil namun menjadi objektifikasi pada karakter Mikaela melalui pergerkan kamera yang diambil.

Melawan Dominasi Male Gaze dengan Female Gaze

           Dalam kehidupan sehari-hari perempuan menjadi bahan objektifikasi, sampai dalam industri film, perempuan masih di objektifikasi. Objektifikasi secara seksual merupakan hasil dari patriarki. Secara sistem, patriarki sudah mengakar dan menjadi budaya. Male gaze dalam film-film masih terjadi, hal ini menjadi bukti bahwa perempuan masih menjadi korban objektifikasi. Lebih dari itu, male gaze berdampak pada cara perempuan memandang perempuan yang lain dan dirinya sendiri. Perempuan yang menginternalisasi male gaze akan ikut berperan dalam kelanggengan budaya male gaze. Mereka tidak melihat adanya masalah dari male gaze dan ikut mengamini hal tersebut, sehingga tidak ada perlawanan. Ketika tidak ada perlawanan maka male gaze masih akan tetap berlangsung.

              Lalu bagaimana solusi dari problem male gaze? Bisa jadi Female gaze jawabannya. Apakah kemudian female gaze cenderung mengobjektifikasi laki-laki? Jawabannya adalah tidak. Female gaze adalah bagaimana kita melawan dominasi male gaze dengan membuat, atau menggambarkan perempuan dari kacamata perempuan itu sendiri. Dikutip dari artikel Parapuan yang ditulis oleh Alessandra Langit, dalam kacamata female gaze, kita diberikan pendekatan emosi daripada hanya penggambaran objek semata. Female gaze adalah bukan hanya apa yang ditonton namun apa yang dirasakan.

           Untuk menghilangkan dominasi male gaze maka kita harus support juga karya-karya film dari sutradara perempuan. Sehingga apa yang sering direpresentasikan perempuan oleh male gaze dalam kebanyakan film akan memudar seiring perlawanan dominasi menggunakan  female gaze. Saya memiliki rekomendasi film dari sutradara perempuan seperti, film Dua Garis Biru oleh Gina S Noer, film Yuni oleh Kamila Andini, film Barbie oleh Greta Gerwig.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun