Mohon tunggu...
ZAHRA SALSABILLA ANDIRA
ZAHRA SALSABILLA ANDIRA Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Mahasiswa Universitas Airlangga, Fakultas Ilmu Budaya, Departemen Sastra Inggris

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Fan War: Fandom sebagai Bagian dari Subculture

10 Juni 2024   21:19 Diperbarui: 10 Juni 2024   22:18 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepesatan arus globalisasi membawa sebuah dinamika kehidupan yang mengalami perubahan seiring dengan perkembangan tren atau bahkan tuntutan akan kemajuan yang terjadi. Korean wave menjadi salah satu bentuk kepesatan globalisasi yang terjadi di Indonesia dan kian bertambah pesat serta semakin menjamur dengan budaya lokal. Penggemar K-Pop ini didominasi oleh remaja yang sedang mencari identitas dalam diri mereka dan hadirnya K-Pop membawa sebuah pergolakan batin yang menyebabkan sebuah kecintaan di kalangan penggemar K-Pop.

Berdasarkan survey yang dilakukan IDN Timer pada tahun 2019 lalu, penggemar K-Pop kalangan remaja di Indonesia menempati posisi tertinggi yakni pada rentang usia 15-20 tahun menempati persentase 38,1% dan untuk usia 20-25 menempati presentasi 40,7%. Hal ini menggambarkan Korean wave begitu cepat menyebar di kalangan remaja karena para penggemar ini memiliki komunitas yang luas dan memiliki akun tersendiri dalam media sosial yang sering disebut dengan komunitas penggemar (fan base).

Fan base merupakan sebuah bentuk dari dinamika kelompok terdiri dari individu dan kelompok kecil yang bergabung menjadi satu dengan adanya keterkaitan maupun kesamaan antar anggota kelompok tersebut. Munculnya dinamika kelompok ini berpengaruh dalam dinamika komunikasi yang berjalan sehingga menimbulkan kesepahaman dalam bertukar informasi maupun pengalaman dalam sebuah tujuan dan kesukaan yang sama. Hal ini menjadi dasar munculnya fenomena fandom yang merajalela seiring dengan masuknya K-Pop secara global di berbagai penjuru dunia. Berdasarkan jurnal cultural study, fandom merupakan bagian dari subculture. Suatu subculture mempunyai ciri identitas khas nya masing-masing. Suatu fandom terbentuk karena adanya kesamaan kesenangan terhadap idol maupun musik K-Pop yang secara intens membentuk komunikasi menjalin hubungan keakbaran dalam fandom.

Fans dipandang sebagai seseorang yang fanatik. Jenson berpendapat bahwa literatur penggemar telah menghasilkan dua tipe penggemar patologis. Yang pertama, para penyindiri yang terobsesi yang telah masuk ke dalam hubungan fantasi yang intens dengan sosok selebroti dibawah pengaruh sosial media. Individu tersebut memperoleh ketenaran publik dengan cara mengancam atau menguntit bahkan membunuh selebriti tersebut. Yang kedua, mereka yang biasa disebut dengan sebutan kerumunan yang histeris. Mereka meneriaki idola mereka atau berperilaku buruk di pertandingan olahraga. 

Salah satu fandom besar dan terkenal di Indonesia adalah NCTzen yang merupakan fandom dari boy band NCT yang memiliki anggota sejumlah 26 orang saat ini yang terbagi dalam beberapa sub unit yaitu NCT U, NCT 127, NCT DREAM, WAYV , NCT DOJAEJUNG dan NCT Wish. Fandom ini mempunyai warna ciri khas yaitu pearl neo champagne (seperti warna hijau neon).NCT memiliki sistem yang cukup unik dan berbeda dari boy band lainya karena memiliki sistem di mana anggotanya dapat berada di lebih dari sub unit dan terus bertambah sehingga menjadikan jumlah member NCT sangat banyak. Pemberhentian penambahan member NCT baru diumumkan kisatan tahun 2023 setelah terbentuknya unit terakhir mereka yaitu NCT Wish.

Debut sejak tahun 2016 tentunya menjadikan NCT memiliki fan base yang besar dengan penggemar yang tersebar diberbagai dunia. Setiap unit memiliki nama kesayangan tersendiri untuk NCTzen yang menjadi penggemar mereka . Perbedaan unit ini seringkali menimbulkan pertengkaran. Para penggemar setiap unit mempunyai konsep, identitas,  ciri khas, dan pola pikir yang berbeda.  Tidak semua prnggemar mendukung anggota atau bahkan unit yang ada secara keseluruhan. Terdapat penggemar yang hanya mendukung salah satu sub unit atau bahkan salah satu member. Hal ini memicu terjadinya fan war sebagai sebuah gejolak dari keributan yang muncul antar penggemar yang masih berada dalam satu fandom yang sama. 

Terdapat banyak faktor yang membuat fanwar terjadi. Salah satu yang paling banyak menimbulkan fanwar adalah  miss treatment oleh agensi sehingga membuat anggota atau bahkan unit NCT mendapatkan perlakuan berbeda. Kondisi tersebut membuat NCTzen mengalami gejolak dalam membela dan membanggakan unit maupun anggota yang mereka senangi disamping mereka berada di bawah naungan fandom yang sama. Kecemburuan dalam perlakuan agensi juga mengundang adanya fan war pada lingkup NCTzen seperti saat NCT DREAM menggelar konser di Olympic stadium yang merupakan stadium terbesar di Korea Selatan. Hal ini membuat fans dari NCT 127 marah dan menyebar ujarabujaran kebencian di sosial media terhadap NCT DREAM karena dinilai belum pantas untuk melakukannya jika dibandingkan dengan NCT 127 sebagai unit pertama yang terbentuk. Kondisi dan situasi seperti ini yang menjadikan fandom ini sering mengalami fan war antar unit dan menimbulkan kegaduhan dalam fandom.

Melihat pada kondisi ini maka SM entertainment sebagai agensi dapat melakukan treatment yang adil bagi setiap unit untuk mencegah adanya fan war. Pada kasus ini juga dapat diketahui bahwa fan war tidak hanya terjadi dalam lingkup antar fandom namun juga dalam satu fandom yang sama sangat memungkinkan terjadi seperti kasus fan war yang terjadi pada sesama NCTzen. Perilaku fanatisme menimbulkan adanya fan war. Fanatisme dipicu oleh adanya rasa kedekatan antara selebriti dan penggemar sebagai orang biasa. Penggemar fanatik cenderung meyakini apa yang ingin mereka yakini. Mereka tidak akan menganut suatu paham yang tidak akan mereka sukai. 

Kebanyakan fans fanatik tidak menyadari bahwa mereka melakukan tindakan yang salah. Gejala fanatik biasanya ditandai dengan mulai menghabiskan banyak waktu untuk idola mereka dibandingkan aktivitas sehari-hari, merasa emosional, mulai menjadikan idola mereka sebagai suatu hal yang primer, menghabiskan banyak uang untuk idola mereka, dan menganggap idola mereka lebih baik daripada orang lain. Menjadi fanatik tidak hanya merugikan orang lain tetapi juga merugikan diri sendiri. Untuk mengatasi sifat fanatik kita perlu menyadari bahwa mereka tidak terlalu "nyata", kita hanya mengenal mereka melalui layar kaca. Kedua, jangan terlalu mencampurkan perasaan personal terhadap mereka, anggap mereka sebagai acuan untuk terus berproses. Ketiga, bagi skala prioritas kebutuhan dan waktu di hidupmu. Keempat, bermain sosial media seperlunya. Yang terakhir, ambil pelajaran positif dari sosok yang kita idolakan. Jadilah penggemar yang selalu mendukung dan mengkritik idolanya dengan cara yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun