Mental disorder masih menjadi hal yang ramai dibicarakan hampir di seluruh bagian dunia selama beberapa tahun terakhir ini. Mental disorder atau penyakit mental adalah penyakit yang mempengaruhi emosi, pola pikir, dan perilaku penderitanya. Penderita mental disorder seringkali mendapati dirinya tidak dapat mengendalikan emosi dan pikirannya sehingga menyebabkan perasaan panik atau stress yang sulit dilawan.
Tidak seperti yang kebanyakan orang tahu, mental disorder bukan hanya penyakit mental seperti depresi, anxiety disorders, dan bipolar disorder. Masih banyak penyakit mental lain seperti post-traumatic stress disorder (PTSD), schizophrenia, dan obsessive-compulsive disorder (OCD) yang masih sedikit dibicarakan atau bahkan belum diketahui oleh sebagian besar orang.Â
Apakah Anda sendiri pernah mendengar tentang penyakit mental OCD? Ingin tahu lebih lanjut? Artikel ini akan mengenalkan Anda tentang bagaimana penyakit mental OCD mempengaruhi emosi dan pikiran penderitanya.
OCD atau obsessive-compulsive disorder adalah gangguan yang umum, kronis, dan berlangsung lama di mana seseorang memiliki pikiran (obsesi) dan perilaku (kompulsi) yang tak terkendali sehingga dia merasa ingin melakukan hal yang sama berulang-ulang.Â
Gangguan ini dapat muncul dalam bentuk rasa cemas hebat yang membuat seseorang merasa panik dan gelisah jika hal yang sedang dikerjakannya tidak mencapai ketepatan dan kesempurnaan di matanya sendiri.
Faktor-faktor yang diduga menjadi risiko OCD diantaranya faktor keturunan, struktur otak dan fungsinya, serta pengaruh lingkungan. Dari ketiga faktor tersebut, pengaruh lingkungan menjadi faktor yang paling mendukung terjadinya OCD.Â
Pengaruh lingkungan yang dimaksud disini bisa berbentuk dorongan berupa paksaan untuk melakukan hal yang membuatnya merasa tertekan ketika masih kecil. Paksaan ini membuat otak terus mengingat langkah yang harus dilakukan secara terus menerus sehingga menuntut perasaan gelisah apabila hasilnya tidak sempurna.Â
Pengaruh lingkungan yang menyebabkan trauma juga dapat menjadi penyebab OCD. Trauma ini membuat seseorang ingin melawan rasa takut yang pernah dialaminya sehingga timbul perilaku obsesi kompulsi untuk membenahi pikiran tentang traumanya.
Perilaku obsesi kompulsi ini tidak jarang membuat penderitanya merasa stress berat karena terganggunya aktivitas sehari-hari, seperti waktu yang terbuang banyak hanya untuk membenahi hal-hal kecil yang bahkan sebenarnya tidak penting.Â
Penderita OCD cenderung memakan waktu lebih lama dalam menyelesaikan sesuatu daripada waktu yang dibutuhkan orang-orang normal pada umumnya. Hal ini paling bisa dirasakan oleh penderita OCD tipe checkers, washer and cleaner, dan juga orderers.Â
Mereka tidak jarang mendapati dirinya melakukan hal yang sama berulang-ulang hingga berjam-jam hanya demi menuntut kesempurnaan yang tolak ukurnya hanya mereka sendiri yang tahu. Tentu saja hal ini dapat memicu stress berat dan membuat penderitanya merasa tertekan hingga depresi.