Mohon tunggu...
Zahid Paningrome
Zahid Paningrome Mohon Tunggu... -

Creative Writer zahidpaningrome.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kurir Terakhir

30 Agustus 2016   20:20 Diperbarui: 30 Agustus 2016   20:29 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Hallo bos. ” Sapaku tegas. 

“Masih kau bawa barang itu?” Hanief  menjawab dengan suara yang pelan, seperti serius sekali. 

“Masih bos santai saja” jawabku pelan. 

“Berikan kepada pria berkacamata hitam yang berdiri di depan kamar mandi di stasiun berikutnya, dan ambil barang titipanku yang dibawanya” Hanief sudah menutup teleponnya, sebelum aku menjawab perintahnya.

Aku sampai di stasiun yang dimaksud. Barangnya jatuh ketika aku hendak bergegas  menuju kamar mandi di stasiun itu, barang ini cukup berat dibungkus kertas alumunium foil. Tanpa pikir panjang aku memasukkannnya lagi di dalam kardus.Aku hampir sampai di  kamar mandi stasiun. Benar saja,  pria berkacamata hitam itu sudah ada di depan kamar mandi. “Ini barangnya” aku memberikannya dengan mantap. Orang itu mengeceknya lalu tersenyum dan mengangguk. “Terimakasih, kembalilah, ini tiket kereta untuk kau pulang.” Dia memberi tiket kereta dan amplop cokelat besar yang dilipat, aku tahu isinya. Uang jutaan rupiah, aku merasakannya.

Di kereta kepulanganku aku memikirkan barang yang aku bawa tadi, sepertinya aku kenal dengan barang itu. Aku merasakan dengan tanganku, semacam bubuk. Beberapa detik setelah lamunanku. Hanief mengirimkan satu pesan. Pesan yang bermaksud untuk memberikan arahan pada kurir selanjutnya, kurir yang menungguku di stasiun yang membawa kardus sepatu.

Aku sudah sampai, turun bersama penumpang-penumpang lain yang berebut keluar lebih, Aku mencari pria yang membawa barang  yang di bungkus kardus sepatu. Aku menemukannya, pria kecil dengan rambut keriting yang duduk tidak jauh dari pintu kereta tempatku keluar. Dia melambaikan tangannya ke arahku, aku membalas lambainnya.

“Kamu diutus bos?” tanyaku bingung. 

“Iya, ini pertama kalinya aku menjadi kurir.” Dia menjawab penuh semangat.

“Oke, Berhenti di stasiun berikutnya dan jangan coba-coba membuka barang itu.” Aku terpaksa mengatakannya supaya anak itu tidak membukanya, dia orang awam. Harus diberitahu.

Anak itu bergegas masuk kereta, tatapannya ceria. Mungkin karena ini pertama kalinya dia menjadi kurir dan akan mendapatkan uang dari hasil kerjanya sendiri. Aku pergi meninggalkan stasiun dengan rasa bingung dan curiga, setelah ini aku harus menemui Hanief dan meminta bayaranku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun