Di era berkembangnya globalisasi sekarang semakin banyak hal yang berkembang, apapun yang terjadi di era ini semuanya akan menjadi praktis entah itu dalam pembayaran, pemesanan, komunikasi, dan lain-lain. Globalisasi telah membawa banyak sekali kemajuan dalam berbagai bidang salah satunya teknologi, berkembangnya bidang teknologi ini kita bisa melakukan beberapa kegiatan tanpa harus membuang waktu lama. Karena semua serba praktis, pembayaran pun bisa non-tunai atau yang biasa dikenal sebagai “e-wallet”. E-wallet sendiri memiliki arti suatu aplikasi dimana pemiliknya wajib menyertakan data dirinya untuk dapat mengaksesnya. Diciptakannya e-wallet telah memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam hal transaksi. Hanya cukup membawa telepon genggam dan mengunduh aplikasi sesuai rekening bank (mobile banking) yang telah kita daftarkan sudah bisa sangat membantu.
Sayangnya, masih terdapat beberapa masyarakat dan beberapa toko yang belum mengenal istilah “e-wallet”, padahal pemerintah sudah mendukung pembayaran non tunai ini sebagai bentuk penerimaannya atas kemajuan teknologi ini. Namun bersadasarkan artikel yang dituliskan oleh Bryan Reynaldy dan diungguah pada website GoodStats, sebanyak 96% Masyarakat Indonesia sudah mengenal istilah dan menggunakan e-wallet bahkan menurutnya “E-wallet menjadi salah satu fintech populer yang dimiliki oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia”.
Banyaknya tawaran menarik seperti cashback, gratis ongkir, hingga diskon juga menjadi salah satu pemikat masyarakat menggunakan e-wallet ketika hendak membeli barang. Adapun beberapa aplikasi jual-beli online yang mendukung pemakaian e-wallet diantaranya Shopee, Tokopedia, Lazada, TikTok Shop, dan masih banyak lainnya. Pengguna hanya cukup memilih barang lalu membayar menggunakan e-wallet (transfer bank), maka transasaksi sudah selesai tanpa harus bertemu dengan sang penjual. Cukup mudah bukan?
Dibalik kepraktisan transaksi menggunakan e-wallet ternyata juga terdapat efek buruk yang dapat ditimbulkan. Karena masyarakat telah menganggapnya mudah dan efektif, maka timbullah rasa ketagihan atau yang biasa disebut sebagai konsumtif. Jiwa konsumtif ini bisa muncul ketika masyarakat lebih mementingkan keinginan daripada kewajiban. Banyaknya tawaran menarik inilah yang bisa membuat masyarakat ingin membeli semuanya yang dianggap menarik. Maka dari itu, kita sebagai masyarakat yang bijak bisa mengkontrol dirinya sendiri di era globalisasi terutama dalam bidang keuangan. Serta bisa mengatur pengeluaran agar tidak menjadi masyarakat yang konsumtif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H