Mohon tunggu...
Zaenal Abidin el-Jambey
Zaenal Abidin el-Jambey Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Orang Biasa yang ingin terus berkarya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Yang Banyak Memaki dan Menghina, “Itulah Bajingan”

2 Juni 2014   00:00 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:50 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1401616702827171807

[caption id="attachment_326844" align="aligncenter" width="432" caption="foto: bapakenajwa.heck.in"][/caption]

Pilpres semakin dekat, masing-masing pasangan capres dan cawapres menunjukkan sisi keunggulan dan kelebihan mereka. Seolah mereka itu manusia-manusia sempurna. Tidak mau ketinggalan, para pendukung masing-masing pasangan capres dan cawapres juga ikut memuji habis-habisan pasangan yang didukung. Bukan masalah jika pujian itu pada porsinya, yang menjadi masalah adalah ketika pujian itu sudah melebihi batas kewajaran. Memuji habis-habisan pasangan capres dan cawapres yang didukungnya dan memaki bahkan memfitnah pasangan capres dan cawapres yang menjadi lawannya.

Kita bisa lihat dialog, diskusi, debat dan berbagai acara tentang pilpres selalu ada penonjolan keunggulan dan kelebihan tanpa mau menunjukkan dengan jujur apa kekurangannya. Pada acara Mata Najwa 28 Mei 2014 kemarin, (di sini saya sengaja menyebut Mata Najwa, karena saya rasa inilah satu-satunya acara yang paling layak ditonton dari pada acara-acara lain yang sejenis, sekali lagi ini pendapat saya) kita bisa lihat bagaimana Fadli Zon politisi Gerindra sebagaimana telah biasa ia lakukan baik di twiter atau di berbagai kesempatan selalu menyindir atau kalau boleh dikatakan menghina Jokowi. Bahkan dia menyebut anugerah walikota terbaik dunia yang diterima Jokowi adalah bohong belaka. Kita tentu juga masih ingat bagaimana Fadli Zon membuat puisi “hinaan” untuk Jokowi. Air mata buaya dan juga Sajak Seekor ikan.

Ini tentu kurang baik dilakukan oleh orang yang katanya cendikiawan, terpelajar dan terpandang seperti Fadli Zon. Pilpres bukan ajang saling mencaci dan memaki. Merendahkan saudaranya sebangsa, setanah air bahkan seiman. Saya jadi semakin yakin orang yang katanya intelek, pintar, bertitel akademis tinggi ternyata tak tahu diri saat nafsu ingin menang menerkemnya. Pilpres adalah ajang mulia untuk “berjihad” membangun Indonesia yang lebih baik.

Jadi kalau ada yang banyak dan sering menghina saudaranya, karena hanya beda partai dan cara pandang hakekatnya itulah bajingan. Semoga pilpres berjalan lancar dan damai. Pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang jujur, bersih dan menyayangi rakyatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun