Garuda U-23 dengan materi pemain2 veteran U-19 Evan Dimas cs kembali membawa asa pecinta timnas untuk mempersembahkan prestasi bola di kancah Asia. Setelah kegagalan menyakitkan di AFC youth championship (U-19) Myanmar, dimana Indonesia tidak berhasil meraih 1 poin pun, kini U-23 kembali membangkitkan gairah supporter melalui debut yang cukup bagus. Tetapi dari kemenangan 2 laga terlihat bahwa masalah klasik U-19 era Evan Dimas kembali terbawa di U-23, yaitu penyelesaian akhir yang kurang tajam. Sementara tim banyak dihuni pemain2 tengah berkualitas macam Evan, Zulfiandi, Paulo sitanggang dll. Dengan kondisi demikian ini salah satu opsi adalah memaksimalkan kelebihan lini tengah yang menjadi ciri khas U-19 dalam menaklukkan musuh2nya. Mengandalkan second line untuk menyelesaikan umpan2 cut back dari sayap dimana U-23 saat ini juga punya materi sayap yang cepat dan mampu melakukan penetrasi hingga kotak pinalty, Seperti Ilhamudin armayn, Hendra bayauw, Adam malis kemampuan dribel dan speed nya sudah terbukti. Bila kolaborasi serta positioning Evan dimas dan lini tengah dalam menyambut umpan2 cut back kembali diterapkan bukan tidak mungkin Korsel akan terhempas kembali di Indonesia.
Catatan Kegagalan Timnas U-19 (era evan dimas dkk)
Mengapa perjalanan U-19 era evan dimas dkk sangat penting untuk dianalisis, karena kerangka materi U-23 sama persis dengan U-19 Era Evan Dimas. Beberapa faktorkegagalan tersebut :
- Kordinasi pertahanan yang kurang bagus, transisi bertahan dan menyerang sering terlambat sehingga kedodoran dalam menghalau serangan balik, Kini aji santoso menempatkan Debutan Persija Abduh Lestaluhu yang cukup kuat dalam bertahan. Bek tengah Sahrul kurniawan diganti Manahati lestusen yang telah memberikan perform luar biasa dalam tim, serta memasukkan Kiper baru yang cukup bagus. Kelemahan Rafi (kiper U-19) adalah Tendangan jarak jauh bola2 atas.
- Eksploitasi dan sanjungan yang berlebihan seolah menjadi racun bagi personelnya yang tentu saja melengahkan permainan. Sebenarnya yang perlu ditekankan disini adalah indikator tim yang berhasil diraih seperti bagaimana VO max pemain, Berapa umpan2 yang berhasil diselesaikan, berapa peluang2 yang tercipta, berapa serangan yang berhasil dipatahkan, bagaimana koordinasi permainan, bagaimana kondisi mental pemain dll, bila semua mengalami perkembangan positif, maka prestasi demi prestasi akan teraih dengan sendirinya, bukan dengan menjuluki tim Level dunia akherat bla bla dan lainnya. Yang akhirnya hanya hingar bingar diluar dan keropos didalam, dan sudah kita lihat di kegagalan U-19 kemarin.
Semoga sejarah kembali terulang U-23 mampu menghempaskan Korsel, sehingga impian2 indah yang terenggut oleh kegagalan U-19 mampu kembali bangkit. VIVA INDONESIA!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H