Sebelumnya mohon maaf, keputusan saya dan keluarga memilih tarawih dan tadarus di rumah. Berbagai informasi, himbauan, maklumat, dalil, datang silih berganti. Baik langsung, via televisi, radio, maupun HP. Via WA, Instagram, Tweeter, Facebook, dan lain sebagainya.
Ada yang mendukung tarawih dan tadarus di musholla atau masjid dengan protokol ketat. Tidak kalah banyak menghimbau kedua ibadah tersebut mandiri di rumah bersama keluarga. Tentu ada plus dan minus, pro dan kontra, dengan dasar dalil sama kuatnya.
Hemat saya, inti keduanya sama-sama baik. Berniat tarawih dan tadarus, dimanapun tempatnya. Bukan tempat yang dilarang oleh Allah SWT. Kedua kondisi ibadah tersebut tidak perlu diperdebatkan.
Wallahu a'lam bishowab. Semoga ibadah kita semua diterima oleh Allah SWT. Amin Ya Rabbal 'Aalamiin.
Kembali pada keluarga saya tercinta. Sebagai driver, imam di keluarga saya memperhatikan dan menimbang, plus minus untuk keluarga saya.
Tiga anak saya masih kecil. Sebenarnya empat, yang satu lebih cepat pulangnya kepada Allah SWT. Semoga bertemu kami di syurga-Nya, amin.
Anak ketiga saya masih balita, empat tahun. Mengajak dia tarawih dan tadarus di masjid atau musholla perlu pengawasan ekstra. Bukan tarawih dan tadarus, melainkan berubah menjadi tempat penitipan anak. Sementara ibu anak-anak minta dapat berjamaah tarawih. Alasan ini saja sudah cukup membuat kami memilih tarawih dan tadarus di rumah. Belum berpikir lebih jauh terkait pandemi Covid-19.
Anak saya yang nomor satu dan dua bersikukuh ingin tarawih dan tadarus bersama ibunya. Kedekatan anak dan ibu mengalahkan saya sebagai pemimpin keluarga, hehehe . . . .
Keputusan mutlak pun terjadi, tahun ini seluruh anggota keluarga tarawih dan tadarus di rumah. Untuk menambah semangat anak-anak, saya siapkan pengeras suara kecil. Jujur, perangkat ini ibunya anak-anak yang menyiapkan. Saya tidak berani berbohong, apalagi di bulan Ramadhan. Hihihi . . . .
Tarawih pertama, agak malam dimulai. Menunggu kepastian hasil sidang isbat di Kementerian Agama. Sidang isbat pertama yang saya ketahui menggunakan teleconference. Ini semua tidak lepas dari wabah yang melanda dunia saat ini. Bakda salat Isya, kami pun menunggu kepastian awal Ramadhan tersebut.Â
Setelah ada kepastian, barulah kami melaksanakan salat tarawih berjamaah dengan berbagai syarat dan ketentuan dibuat oleh anak-anak. Apa saja yang disyaratkan mereka pada saya sebagai imam salat? Peristiwa unik apa yang terjadi saat kami tarawih dan tadarus bersama? Saya sambung pada tulisan berikutnya. Maklum harus segera istirahat, biar tidak telat bangun sahur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H