Pagi-pagi buta, aku bersegera membangunkan anak-anak. Si Sulung, persiapan sekolah. Joniurku kedua dan ketiga belajar di rumah. Hari ini Ujian Nasional SMP/ MTs dan USBN SD/ MI. Aku dan istriku akan menjalankan tugas negara. Istriku sebagai panitia UNBK di sekolahnya, aku dapuk pengawas ruang ujian.
"Bangun Dik, mandi. Bapak Ibu berangkat pagi!"
Setengah ogah-ogahan mereka berjalan lunglai ke kamar mandi. Itupun ada syaratnya, pakai air hangat. Tidak mengapa, yang penting segera beres dan kami tidak terlambat. Si Sulung? Sudah bangun sejak pukul tiga dini hari. Getu membaca materi ujian hari pertama, Bahasa Indonesia. Ada rasa marem melihatnya rajin belajar. Namun juga kasihan, jika memperhatikan dia berkata, "Pak, Aku bad mood makan. Aras-arasen mangan." Sore kemarin.
Aku tersenyum, dan berkata, "Biasa saja Nak. Minta lauk apa? Bapak do'akan semoga lancar dan mudah mengerjakan ujian. Kakak kan hebat." Dia hanya diam, dan tetap berusaha melanjutkan makan malasnya.
Pukul enam pagi aku, istriku, dan Si Sulung menuju tujuannya masing-masing. Aku menginjak gas menuju ke selatan. Pikiranku sampai di SMP NU Al Amnan Bangorejo-Banyuwangi tidak lewat pukul setengah tujuh.
Istriku naik sepeda motor ke barat menuju SMPN 2 Kalibaru. Tepatnya singgah di Terminal Genteng, menitipkan kendaraan, kemudian naik angkutan langganannya. Aku perkirakan sampai di Kalibaru pukul tujuh pagi. Si Sulung, jarak sekolah dengan rumah hanya setengah kilometer. Sekali genjot, sepeda kayuhnya sudah sampai pintu gerbang sekolah. Madrasah Ibtidaiyah Negeri Tiga Banyuwangi.
Sambil terus mendengarkan lantunan Surat Yasin, aku melajukan mobil tuaku ke Pondok Pesantren Al Amnan. Jenjang SMP merupakan salah satu pendidikan formal di dalamnya. Terdapat SMK dengan nama yang sama, jurusan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ), juga Teknik Kendaraan Ringan (TKR). Alhamdulillah, perjalanan lancar.
Setengah tujuh pagi aku harus melewati keramaian Pasar Turi (Tujuh Mari). Pasar yang aktivitasnya hanya hingga sekitar pukul tujuh pagi. Untuk selanjutnya sampai di halaman Pondok Pesantren nan asri, sederhana, dengan mayoritas santri berasal dari Jawa Tengah.
Kebetulan Sang Pengasuh, K.H. Mahfudz Rosyid sedang membersihkan halaman bersama beberapa santri. Aku ucapkan salam dan berbasa-basi sedikit, selanjutnya Beliau sendiri mengantarkan aku ke Ruang Pengawas Ujian. Ada rasa bahagia, melihat dan berbicara dengan Beliau. Kiai muda energik yang getol memperjuangkan adanya pendidikan formal di pesantren Beliau.
Ada beberapa guru dan staf TU di ruang pengawas. Aku berbincang-bincang, dan berusaha mengetahui informasi tentang pesantren dan pendidikan formalnya tersebut. Pengalamanku yang besar di pesantren salaf (tanpa pendidikan formal), merasa bahagia jika pondok pesantren menerima dan melaksanakan pendidikan formal di dalamnya. Apapun bentuk dan kualitasnya, ada sesuatu yang berbeda daripada hanya sekedar mengkaji kitab salafunas shalih.
****