Bhinneka Tunggal Ika, semboyan nasional yang berarti “Berbeda-beda, tapi tetap satu”. Semboyan yang lahir sebagai refleksi atas realitas keragaman bangsa, sekaligus sebagai jawaban agar keragaman itu tidak memicu disintegrasi, tapi justru menjadi tiang-tiang penyangga bagi hadirnya sebuah bangsa yang kukuh (Weinata Sairin: 2002). Dalam nafas Bhinneka Tunggal Ika itu keragaman dipahami sebagai asset yang berharga, sehingga menjadi bagian-bagian indah dalam mosaik ke-Indonesia-an. Keragaman Indonesia terlihat jelas pada aspek-aspek geografis, etnis, sosio-kultural dan agama. Jumlah pulau yang amat banyak, suku-suku dengan bahasa, agama, ras dan golongan-golongan yang berbeda menampilkan kekayaan Indonesia yang tak ternilai harganya.
Namun nampaknya Bhinneka Tunggal Ika saat ini tinggallah semboyan indah yang kehilangan ke-ika-annya. Indonesia yang makin berbhinneka tidak diiringi dengan rasa kesatuan yang dapat memperkokoh bangsa. Konflik muncul di mana-mana.
“Perbedaan adalah keragaman, dan keragaman seharusnya tidak menimbulkan malapetaka tetapi justru melahirkan keindahan dan harmoni, sebagaimana sebuah taman yang indah biasanya dihiasi oleh bunga-bunga yang beraneka warna. Lalu, mengapa yang terjadi justru sebaliknya? Mengapa orang terjebak pada logika perbedaan dan melupakan titik-titik temu di antara yang berbeda itu?” (Mujiburrahman:2008)
Pertentangan terjadi biasanya karena kita terlalu menekankan salah satu unsur pembentuk identitas kita (agama, etnis, organisasi, dan lainnya) dengan melupakan unsur-unsur lain yang juga membentuk identitas itu. Maka sangat dibutuhkan sikap saling menghargai dan menghormati di antara sesama anggota masyarakat yang berbeda namun tetap sama sebagai manusia ciptaan Tuhan, sama pula sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H