Anda tahu kisah seorang bapak pemilik sebuah kios di Kota Medan..? Namanya Makrahim Simamora. Bapak ini ribut dengan suami seorang caleg sebuah partai politik di Daerah. Ribut bahkan nyaris baku hantam.
Penyebabnya, si caleg bertindak gegabah. Tanpa ijin taruh spanduk, yg juga di sebut Alat Peraga Kampanye atau APK, tepat di kios milik Pak Makrahim. Oleh Pak Makrahim, APK jenis ini langsung di copot.
Apa yang di alami Pak Makrahim tentu bukan satu-satunya kasus APK yang meresahkan warga. Bisa jadi, ada tempat lain yang mengalami kasus sejenis, namun luput dari pantauan media. Hingga tidak terekspose keluar.
Itu sebagaimana yang saya alami di kompleks perumahan dimana saya tinggal. Banyak pula caleg di daerah saya sembarangan pasang spanduk. Akibatnya, sangat menggangu. Baik dari segi estetika atau kenyamanan. Dan terutama keamanan.
Dalam amatan saya, sehubungan dengan APK, terdapat dua jenis caleg. Pertama, yang punya itikad baik. Sebelum pasang spanduk, yang bersangkutan atau Tim-nya mengajukan ijin kepada pemilik tempat.
Itu sikap bagus dan terpuji. Layak di contoh oleh caleg lain. Warga yang ketemu caleg demikian, mungkin akan simpati. Dan siapa tahu, hingga sampai pada tingkatan respek. Pada akhirnya rela memberi suara.
Tanggapan positif terhadap caleg beretika ditunjukkan pula oleh warga yang tinggal di kompleks perumahan saya. Saat pasang spanduk, bukan hanya dipersilahkan. Sebagian warga malah ikhlas membantu. Juga ditunjukkan tempat yang strategis, etis dan aman.
Dalam artian, mudah dilihat oleh masyarakat, indah dipandang dan tidak mengggangu pengendara bermotor. Yang begini ini, jelas menguntungkan kedua belah pihak. Yaitu caleg itu sendiri dan masyarakat sekitar tempat APK berada.
Sekarang mari kita kuliti caleg jenis kedua, yaitu yang tak beretika. Yang ini jelas bermasalah. Sembarangan taruh spanduk. Tanpa ijin pemilik atau penguasa lahan pula. Persis sikap caleg yang suaminya ribut dengan Pak Makrahim di atas.
Pendapat saya, itu caleg arogan. Mentang-mentang punya potensi jadi pejabat, bertindak se enak perut. Masih caleg sudah begitu. Bagaimana nanti kalau jadi pejabat beneran..? Apa tidak lebih arogan lagi..?