Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Demokrat Dukung Prabowo, Antara Jargon Perubahan dan Keberlanjutan

18 September 2023   12:54 Diperbarui: 18 September 2023   13:37 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Susilo Bambang Yudhoyono Disambut Prabowo Subianto Saat Berkunjung ke Hambalang (Sumber Foto Kompas.com/Arsip Partai Demokrat).

Setelah ditunggu sekian waktu, pasca keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan/KPP karena kecewa Nasdem ambil bakal cawapres Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Demokrat akhirnya mengeluarkan sikap.

Melalui keputusan Majelis Tinggi Partai yang dikomandani oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Demokrat memutuskan untuk usung capres Prabowo Subianto. Demokrat masuk ke Koalisi Indonesia Maju atau KIM yang mengusung jargon keberlanjutan.

Sebuah sikap yang ketika Demokrat masih lengket bersama Nasdem usung Anies Baswedan, dianggap sulit terwujud. Lha iya, masak akan berkawan dengan Gerindra yang terus terang bilang akan meneruskan program Presiden Jokowi.

Sementara Demokrat sendiri, sedari awal bahkan sejak Jokowi berkuasa, senantiasa menjadi partai oposisi. Bahkan belakangan makin rajin melontarkan kritik cukup keras.

Berkaca pada manuver Demokrat yang tak riskan merapat ke Gerindra, dan sebelumnya didahului oleh PKB yang tak sungkan pindah ke Nasdem, saya lalu teringat pada hadits riwayat HR. Imam Turmudzi.

Dimana Rosulullah SAW bersabda, “Cintailah kekasihmu sekedarnya saja, sebab boleh jadi suatu ketika kamu akan membencinya. Dan bencilah kamu sekedarnya saja, sebab boleh jadi kelak kamu akan menncintainya”.

Dalam konteks ajaran tasawuf, apa yang disabdakan Nabi tersebut mengajarkan pada kita agar tidak berlebihan ketika menyikapi sebuah realitas. Ada yang kurang cocok, kritiklah sewajarnya.

Namun dalam politik, ajaran tasawuf tadi kelihatan tak menemukan tempat. Pokoknya, asal bukan teman, hantamlah sekenanya. Benar atau salah, tak penting. Mirip tentara lagi perang. Tembak dulu. Urusan belakangan.

Dulu sebelum gabung ke KIM, Demokrat tak bisa dipungkiri ambil jarak berseberangan dengan Gerindra. Terhadap pemerintah, Demokrat berposisi tukang “bantah”. Sebaliknya Gerindra, bertugas memberi “absah”.

Bahkan saking kuatnya semangat Demokrat membantah pemerintahan Jokowi melalui pernyataan Ketua Umumnya Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY, kadang ada yang kurang realistis. Alias dipertanyakan secara data.

Sebagaimana PKB sekarang ini, pasca berteman dengan Gerindra gabung ke KIM Demokrat tentu merasa kerepotan dalam hal lontaran isu. Kadung membawa misi perubahan, kini harus masuk ke wacana melanjutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun