Tebakan saya dan mungkin juga para pembaca sekalian adalah, karena PSI menilai kualitas Ganjar lebih baik di banding Prabowo. Lalu kalau sekarang ini PSI “main mata” ketemu Prabowo dengan cara mengundang Gerindra datang ke markas, tentu dapat di tebak ada yang tidak beres diantara PSI dengan Ganjar secara personal. Serta dengan PDIP secara kelembagaan. Lantas dimana letak ketidak beresannya..?
Anda ingat tidak, bahwa dulu ketika PSI deklarasi Ganjar sebagai capres kurang mendapatkan respon positif dari PDIP. PSI malah dinilai tidak tahu etika politik dan kurang cakap memainkan komunikasi. Kemudian pada Pelatihan Juru Kampanye untuk Ganjar yang baru saja berlangsung beberapa waktu lalu, tidak ada satupun daftar peserta yang berasal dari PSI. Kasarnya, PSI di lepeh atau tidak dihargai oleh PDIP
Atas sikap PDIP yang melepeh PSI, seorang tokoh yang juga simpatisan PSI bernama Ade Armando memberi komentar menohok. Kata Ade yang disiarkan oleh Channel Youtube Cokro TV, PDIP sombong. Karena di depan media Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dengan sengaja tidak menyebut PSI sebagai salah satu partai pendukung Ganjar. Padahal, sekali lagi, PSI-lah yang pertama kali mencapreskan Ganjar.
Apakah saat ini PSI sudah merubah rencananya, berbelok mendukung Prabowo Subianto karena ketidak beresan sebagaimana dinilai oleh Ade Armando..? Jawaban pastinya mari kita tunggu saat pendaftaran pilpres 2024 ke KPU nanti. Tapi saya menebak memang begitu. Kalau benar, inilah yang saya sebut di atas tadi sebagai fenomena yang tak biasanya.
Memang benar, alih posisi dan belok di tikungan akhir dalam soal dukungan sudah lumrah dilakukan oleh beberapa partai politik. Namun bagi saya tidak untuk PSI. Hal ini saya dasarkan pada rekam jejak partai ini. Sejak awal berdiri hingga sekarang, sebelum ketemu Gerindra, saya lihat tak ada satupun sikap PSI yang terkesan “menelan kembali ludah yang sudah dibuang ke tanah”.
Artinya, sebelum ini perjalanan PSI teguh dan kuat memegang prinsip. Apalagi yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak macam pemilihan pejabat politik seperti pilkada dan pilpres. Kalau sekarang ini kemudian ada indikasi main mata dengan Partai Gerindra, jangan salahkan kalau ada yang menilai PSI sudah mulai berubah.
Sekarang PSI mungkin sudah realistis melihat target pemilu 2024 untuk masuk gedung senayan, setelah sebelumnya mengalami kegagalan. Bahwa pengalaman yang lalu menunjukkan fakta tidak selamanya idealisme dapat dijadikan senjata meraup suara pemilih. Terkadang, pada satu waktu perlu juga yang namanya menuver politik. Karenanya, sedikit menurunkan marwah bisa di toleransi.
Itu juga sekaligus sebagai penegasan. Bahwa PSI mulai melakukan reformasi terhadap strategi pemilu 2024. Dengan cara undang Prabowo ke markas PSI sebagaimana diatas. Apakah reformasi yang demikian ini lalu dianggap sebagai gejala kalau PSI sudah terkontaminasi oleh arus kepentingan yang biasa terjadi secara transaksional di dunia politik..? Silahkan para pembaca kasih penilaian. Kalau saya, cukup tersenyum saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H