Karena prihatin, ketika ada seseorang muslim meninggal dunia, saudaranya sesama muslim akan mengucapkan kalimat Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Arti per katanya adalah : Inna “sesungguhnya”. Ilaihi “kepada Allah”. Wa inna “dan sesungguhnya”. Roji’un “kembali”. Sementara arti secara makna adalah : “Sesungguhnya Kami milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada Allah kami akan kembali”.
Anda tahu, kalimat diatas merupakan salah satu bagian dari Al Qur’an surat Al Baqaroh ayat 156. Sebenarnya bukan hanya sebagai ungkapan rasa prihatin. Lebih dari itu menerangkan penegasan dari Allah. Bahwa semua umat manusia yang hidup di dunia ini pasti akan meninggal dunia. Dan tak ada satupun yang bisa menghindar dari ketentuan itu. Meskipun sembunyi di lubang semut misalnya.
Masalahnya adalah, bagaimana kondisi saat meninggal dunia. Membawa kesan baik dan oleh karena itu ditangisi oleh banyak orang..? Atau sebaliknya banyak yang bersyukur karena membawa kesan buruk..? Bagai pepatah “Gajah mati meninmggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang”. Kalau anda sekalian pilih yang mana..? Saya sich inginnya yang kesan baik.
Tapi kesan baik atau buruk itu masih mending dan tak terlalu berat. Paling juga terbatas hanya dikalangan teman, saudara atau tetangga yang mengenal si mayit. Yang tak kenal, ya cuek-cuek saja. Bahkan bisa jadi tak peduli. Kesan tersebut juga bersifat sementara. Beberapa generasi kedepan akan hilang dengan sendirinya. Ditelan oleh perubahan jaman.
Mengapa tak berat dan sifatnya sementara..? Karena itu semua terjadi cuma di dunia ini. Yang sangat beresiko besar dan permanen karena langsung berhadapan dengan Allah adalah pasca kematian di alam akhirat kelak. Nahh, kalau yang disini jangan dianggap main-main. Sebab yang dilihat bukan lagi kesan. Melainkan hisab. Atau selisih timbangan baik dan buruk atas perilaku mayit saat masih hidup di dunia.
Jika lebih berat bandul kebaikan, balasannya pasti syurga. Hidup si mayit akan sejahtera dan tercukupi segala kebutuhan. Malahan akan dilayani oleh para bidadari cantik nan jelita. Konon katanya, sesuatu yang haram di dunia, saat di syurga jadi halal. Kesenangan bagaimanapun boleh dilakukan. Dan makanan jenis apapun silahkan di nikmati. Tak ada larangan sama sekali.
Namun sebaliknya, jika yang lebih berat adalah bandul keburukan. Naudzubillah, semoga kita semua terhindar dari ini, anda yang kebetulan masuk golongan ini jangan pernah membayangkan hidup enak atau dilayani para bidadari. Sebab yang akan anda temukan hanyalah siksaan teramat pedih di neraka. Dilayani oleh para malaikat tukang gebuk berwajah sangar. Mengerikan pula. Anda mau..? Saya yakin tidak.
Untunglah, kesan didunia dan hisab diakhirat macam diatas tak berlaku bagi seorang manusia yang meninggal saat masih bayi. Yang dalam islam dikenal dengan sebutan belum masuk fase aqil baligh atau dewasa. Dimana pada dirinya, secara syariat tak terkena kewajiban melaksanakan aturan yang digariskan oleh agama. Misal tak perlu sholat, puasa dsb. Bayi yang kedapatan memukul atau menghina orang juga bukan persoalan. Paling juga di ketawain karena lucu.
Terlebih lagi, masih dalam ajaran islam, bayi yang meninggal oleh Allah akan langsung ditempatkan di syurga. Selain itu, si bayi punya kemuliaan dan keistimewaan tersendiri. Mulia karena di asuh oleh Nabi Ibrahim sebagai ayah dan Siti Sarah sebagai ibu. Baru dikembalikan lagi kepada orang tua masing-masing, setelah tiba hari kiamat.
Lalu istimewa, karena bayi yang meninggal dapat menarik bapak ibunya untuk juga masuk syurga. Sebagaimana dalil berikut ini : “salah satu anak-anak tersebut akan menemui ayah atau orang tuanya, untuk kemudian memegang pakaian atau tangannya sebagaimana aku memegang bajumu, dan anak-anak itu tak akan melepasnya sebelum Allah memasukkan mereka kedalam syurga” (HR Muslim dan Ahmad).