Pada satu kesempatan, Anies memberikan klarifikasi atas kasus hutang uang. Disarikan dari berbagai sumber, kata Anies sebenarnya itu bukan pinjaman. Tapi dukungan. Hanya saja, pihak yang mendukung minta dicatat sebagai hutang. Dan harus ada yang menjamin. Maka ditunjuklah Pak Sandi. Jadi, hutang uang tersebut bukan punya Sandi secara pribadi.
Dalam amatan saya, yang patut untuk dicermati sebenarnya bukan soal berapa nominal dan siapa yang bertindak sebagai penjamin. Melainkan pada klausul tentang akad pelunasan. Yang wajib dikembalikan jika kalah. Dan sebaliknya dianggap lunas kalau menang. Orang awam seperti saya pasti bertanya-tanya, kok terbalik ya..? Mestinya kalau kalah dianggap lunas dan menang dikembalikan. Mengapa, karena itu berhubungan dengan faktor kondisi.
Yang namanya kalah pilgub, ya pastilah ada pada kondisi berat. Baik secara psikologi maupun materi. Secara psikologi, pikiran lagi galau. Sementara secara materi, pastilah banyak dana pribadi yang dikeluarkan. Masih harus mengembalikan uang milyard-tan lagi. Ibaratnya, sudah jatuh masih tertimpa tangga. Kasihan bukan..? Maka wajar kalau bunyi klausulnya dianggap lunas jika kalah.
Hidup didunia politik memang harus siap dengan ketidakpastian, menjadi sorotan dan senantiasa dicari titik lemah. Jangankan besar, meski hanya seukuran debu sekalipun, pasti akan di angkat kepermukaan jika ada potensi bisa menjatuhkan lawan. Pendek kata, mencari kelemahan, lalu ekspose dan kemudian diviralkan merupakan tindakan yang dianggap sudah biasa. Kita yang awam tak usah kaget.
Diangkatnya lagi soal janji Anies Baswedan kepada Prabowo untuk tidak nyapres serta beredarnya dokumen hutang puluhan miliar rupiah kepada Sandiaga Uno, ada dalam kepentingan tersebut. Kedepan, semua calon kandidat dan bukan hanya Anies, harus siap-siap untuk di blejeti oleh lawan politik tentang berbagai kelemahan satu-demi satu. Seorang politisi kawakan tentu sadar akan hal ini. Dan ketika itu betul-betul terjadi, sikapnya biasa-biasa saja. Tidak baper.
Tapi lepas dari itu, hendaklah para politisi perlu selektif dan hati-hati saat menyampaikan harapan kepada masyarakat. Janganlah memberi mimpi kosong yang sekiranya tak mampu untuk di wujudkan. Sebab, walau janji dan hutang politik dapat dilupakan begitu saja saat masih hidup didunia, pengadilan Tuhan kelak tak mungkin untuk bisa dihindari. Ingat, kalau tak ditunaikan hingga meninggal kelak, ruhnya akan terkatung-katung tak menemukan tempat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H