Berturut-turut kemudian di ikuti oleh Partai Gerindra Rp.17.5, Golkar Rp.17.2, PKB Rp.13.5, Nasdem Rp.12.6, PKS Rp.11.4, Demokrat Rp.10.8, PAN Rp.9.5 dan PPP Rp.6.3 miliar. Jika usulan Kemendagri tentang kenaikan Rp.3000 diterima dan kita asumsikan jumlah suara sama, maka tinggal dikalikan 3 saja.
PDIP akan dapat Rp.82.5 miliar, Gerindra Rp.52.5, Golkar Rp.51.6, PKB Rp.40.5, Nasdem Rp.37.8, PKS Rp.34.2, Demokrat Rp.32.4, PAN Rp.28.5 dan PPP Rp.18.9.
Terlihat jelas perbedaan kenaikannya bukan..? Sangat-sangat besar sekali. Ini belum menghitung besaran angka Banpol di tingkat provinsi dan kabupaten.
Tapi yang pasti, kenaikan demikian rupa sedikit banyak sanggup membuat parpol senyum-senyum penuh arti. Sambil duduk manis menikmati teh atau kopi hangat ditemani camilan pisang goreng. Sejenak untuk melupakan ketegangan soal rebutan capres atau cawapres.
Namun ternyata, kenaikan angka Banpol tak serta merta sanggup menurunkan angka pelaku korupsi sebagaimana alasan Danang Widoyoko pada awal tulisan diatas.
Meski Banpol naik, fakta menunjukkan masih banyak kepada daerah dan juga para petinggi lain, yang kena OTT KPK. Jadi, kenaikan dana Banpol tak otomatis bisa mencegah naik turunnya jumlah statistik pelaku koruptif para pejabat.
Sebaiknya usulan penambahan Banpol tak perlu dilakukan. Apalagi dengan alasan ingin mencegah meluasnya perilaku korupsif. Banyak cara selain ini.
Misal membantu menejemen administrasi keuangan parpol. Juga “mendidik” para pengurus agar punya mental baik ketika berhadapan dengan uang. Kerjasama secara formal dengan para penegak hukum juga langkah bagus. Supaya mereka tak main-main menggunakan uang negara.
Menurut saya, jumlah besaran Banpol yang berlaku sekarang sudah cukup. Indikasinya, pergerakan, operasional dan bahkan logistik parpol-parpol yang ada tetap jalan hingga detik ini.
Kalau kurang, pastinya sudah dari dulu macet itu kegiatan parpol. Tambahan lagi, tiap tahun selalu saja muncul usulan mendirikan parpol baru. Jika dirasa merugikan, mana mau usul demikian.