Tanggal 10 November 2022 kemarin, rencana deklarasi pertemanan Nasdem Demokrat PKS. Akan dinamai Koalisi Perubahan. Sekaligus pengumuman kandidat capres-cawapres. Tapi sebagaimana yang sudah-sudah, lagi-lagi gagal. Ibarat hendak wisata, keberangkatan rombongan tiga partai ini selalu terhambat. Padahal yang namanya bus, supir, kenek, penumpang, rute dan tujuan sudah tersedia.
Melihat latar belakang sebab kegagalan yang dikemukakan, kurang masuk akal. Juga tambah melebar dibanding sebelumnya. Ada kesan hanya sekedar cari-cari alasan. Tujuannya, bisa jadi agar publik tak menaruh curiga terlalu dalam. Terhadap kondisi sebenarnya yang terjadi antara Nasdem Demokrat PKS. Sebab kalau sampai tahu dan kebongkar, alamat berimbas negatif pada elektoral.
Dulu, kata jubir Demokrat Herzaky Putra Mahendra, usulan Nasdem deklarasi tanggal 10 November tinggal nunggu diskusi ulang Tim Kecil partai. Sementara jubir PKS Muhammad Kholid menjelaskan, partainya masih menanti keputusan Majelis Syuro pimpinan Salim Segaf Al-Jufri. Rupanya, baik diskusi tim kecil Demokrat maupun keputusan majelis syuro PKS belum juga rampung.
Entah apa sebabnya. Yang jelas, kini muncul alasan baru. Adalah Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera yang menyampaikan sedikit bocoran. Kata Mardani, perlawanan terhadap oligarki menjadi salah satu sebab deklarasi Koalisi Perubahan jadi tertunda. Pihaknya tak ingin ada keterlibatan pemodal besar dalam koalisi. Selanjutnya, masih kata Mardani, oligarki politik adalah penyakit demokrasi di Indonesia (Kompas.com, 10/11/2022).
Mana yang benar jadi penyebab..? Belum ada keputusan Majelis Syuro seperti kata Kholid..? Atau karena faktor oligarki sebagaimana dimaksud Mardani..? Anda dan saya pasti bingung. Belum kelar alasan pertama, sudah dikeluarkan alasan kedua. Jangan-jangan nanti malah nambah lagi. Ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Yang pada akhirnya menjadikan Koalisi Perubahan amsyong.
Saya kurang paham perumpamaan Mardani. Hingga oligarki di ibaratkan sebuah penyakit. Anda tahu, yang namanya penyakit ya pasti sangat mengganggu terhadap struktur dan fungsi tubuh. Baik sebagian maupun seluruhnya. Kalau di koalisi, gangguan itu berpengaruh pada soliditas, komitmen dan solidaritas antar partai yang tergabung didalamnya. Lalu apakah kelanjutan rencana Koalisi Perubahan sekarang dalam kondisi terkena penyakit..? Kelihatannya memang iya.
Bicara soal penyakit, secara umum dibagi jadi dua macam. Karena saya bukan Dokter yang punya otoritas menjelaskan hingga detail, saya coba pilah yang berat dan yang ringan saja. Penyakit berat sangat berbahaya. Karena dapat mengancam jiwa atau membawa kematian. Sedang yang ringan tak sampai sejauh itu. Bahkan, orang yang terkena jenis penyakit ini masih bisa melanjutkan aktifitas sehari-hari, meski ada batasan.
Adapun contoh penyakit berat misal kanker. Selain minum obat, penyembuhan dilakukan dengan cara kemotherapi. Penyakitnya dibuang atau diamputasi. Biayanya pasti mahal. Butuh duit puluhan bahkan ratusan juta. Karena perlu alat canggih dan dokter spesialis. Bagi anda yang tak punya tabungan gede atau bukan orang kaya, jangan coba-coba “pelihara” kanker. Jika tak ingin kehilangan harta benda akibat dijual habis buat berobat.
Tapi kalau hanya penyakit ringan, bolehlah “sentuh” dikit-dikit. Sekelas flu atau luka kegores pisau. Mengapa, karena jenis yang ini tak berakibat gawat macam kanker. Bisa jadi, cuma musiman saja. Penanganannya terbilang gampang. Obatnya murah. Ada dikisaran harga dibawah sepuluh ribu atau sedikit diatas. Bahkan bagi orang tertentu yang punya imunitas kuat, tanpa obatpun bisa sembuh sendiri.
Lalu sekarang, ada dipihak mana oligarki pemodal besar dalam koalisi yang diibaratkan bagai penyakit oleh Mardani..? Karena yang saat ini dekat, getol dan memang runtang-runtung dengan PKS adalah Demokrat dan Nasdem, maka telunjuk jari pantas diarahkan terhadap partai “milik” AHY dan Surya Paloh itu. Kan tak mungkin menuding Golkar, PPP, PAN, Gerindra dan PKB yang ada diseberang sana.