Dalam konteks kejelasan pasangan capres-cawapres, tak ada hasil berarti pada pertemuan kedua antara Surya Paloh dan Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY. Pertemuan yang terjadi hari rabu kemarin tanggal 26/10/202 di Wisma Nusantara, hanya menunjukkan makin kuatnya dominasi Surya Paloh atas AHY. Dihadapan Paloh, AHY bagai anak yang dapat nasihat dari bapak.
Sekali lagi, di dunia politik ya segitulah kualitas AHY. Mestinya, melihat perkembangan terkini, dimana Nasdem lagi butuh kejelasan, AHY tampil garang. Meskipun tentu tak harus marah-marah atau pakai nada tinggi. Tetap pakai bahasa halus dan gestur “mendayu-dayu” sebagai ciri khas AHY, namun isinya tajam. Langsung lakukan kuncian pada Pak Paloh dengan pertanyaan, “mau koalisi atau tidak..?”.
Tapi biarlah itu kemudian jadi catatan perjalanan sejarah Nasdem dan Demokrat. Cuma, melihat kualitas hasil pertemuan Wisma Nusantara ternyata tak seberapa dibanding perasaan hati Suya Paloh saat ini. Terutama soal hubungannya dengan Presiden Joko Widodo. Setelah Ketum Nasdem tersebut mendapat sindiran untuk tidak boleh sembrono dan jangan kesusu pilih capres.
Anda tahu, walau bukan Ketua Umum partai dan tak bisa lagi ikut kontestasi pada pilpres 2024, eksistensi Pak Jokowi tetap jadi rujukan. Secara politik, menjadi tokoh sentral yang tak bisa dipandang remeh. Bu Mega saja, sampai harus cari waktu khusus buat bela-belain ketemu Jokowi di Batu Tulis. Untuk apalagi kalau bukan karena besarnya pengaruh “petugas partai” itu.
Surya Paloh tentu sadar akan kondisi demikian. Maka meskipun kelak di 2024 “berseberangan” dengan Pak Jokowi, Paloh pusing juga jika harus konfrontasi secara terbuka.
Paling tidak, tak saling merusak dan tetap punya hubungan baik, sudah cukup buat meredam kekuatan Jokowi. Mengapa demikian, karena “musuh” yang diam, masih lebih baik dibanding yang bergerak blusukan kesana-kemari.
Dan itulah yang diharap para tokoh “musuh” presiden Jokowi. Sekali lagi, diamnya saja sudah merupakan karunia. Kedaaan sebaliknya tentu ada di pihak sebelah Surya Paloh. Yaitu para politisi yang ingin presiden berikutnya punya satu visi dan kesamaan misi dengan Jokowi. Apa yang diinginkan mereka ini..? Selain kesinambungan, yang lebih utama tentu adalah limpahan suara.
Jika Pak Jokowi secara terbuka mendukung capres dari kelompok “kontra” Surya Paloh, maka hanya dalam satu gebrakan akan sukses mendulang dua keberhasilan sekaligus.
Pertama, sanggup membendung suara Jokowi yang mungkin mengalir pada kelompok Paloh. Dan kedua, sekaligus menyedot suara itu masuk ke jaringan vox pop mereka sendiri.
Kita tahu, belakangan ini santer manuver delegitimasi terhadap Jokowi. Apakah pelakunya ada dalam satu jaringan dengan Surya Paloh..? Tak tahulah saya. Cuma, kalau melihat kepentingan pilpres 2024, kelihatannya sejalan. Para pelaku ingin menurunkan citra Jokowi dengan harapan tak punya kekuatan lagi kasih pengaruh. Sementara Pak Paloh, ingin jagoannya Si Anies Baswedan dapat limpahan suara dan menang pilpres.