Makin terang penyebab, mengapa rencana koalisi Nasdem Demokrat PKS hingga kini belum kelar. Rupanya, tarik menarik kepentingan yang jadi kendala. Ini terlihat dari komentar dua elit politik Nasdem dan PKS, pasca ditetapkannya Anies Baswedan sebagai capres dari parpol milik Surya Paloh itu beberapa waktu lalu.
Tak dapat dipungkiri, yang namanya kepentingan pasti dimiliki oleh semua partai politik. Dari berbagai hal yang ada di sekitar partai, kepentingan menempati posisi dominan. Ada diurutan paling utama. Bahkan, demi mewujudkannya berani dibela-belain dengan cara apapun. Setelah kepentingan sukses, baru yang lain.
Lalu apakah unsur kepentingan tak boleh melekat pada sebuah partai? Ya bukan begitu juga. Unsur ini wajib ada. Mengapa, sebab menjadi pondorong semangat berkembangnya sebuah partai. Tanpa kepentingan, keberadaan partai bagai makanan tanpa garam. Tak asik, kurang menarik dan hambar. Kalau diterus-teruskan, bisa mati itu partai karena tak diurus oleh kader dan anggotanya.
Selama ini, pemahaman kita soal kepentingan kebanyakan bernada tak baik. Begitu mendengar kata ini pada posisi apapun, langsung dicap negatif. Apalagi di dunia politik. Padahal, senyatanya tak begitu. Mengapa, karena kepentingan mengandung nilai-nilai etika. Kita sebagai manusia punya kuasa untuk mengarahkan, ke mana hendak digerakkan.
Untuk melihat nilai etika kepentingan dunia politik, secara ringkas perlu ditelisik dari dua arah. Pertama, apakah untuk mengakomodir dan memperjuangkan vox pop yang berkembang di masyarakat? Ataukah yang kedua, hanya untuk kepentingan pribadi atau bagi golongan partai itu sendiri?
Kalau untuk masyarakat, jangan ragu-ragu kita bersikap. Saat pemilu tiba, jatuhkan pilihan kita kepada partai bersangkutan. Kalau perlu kita bantu kampanyekan. Agar lebih banyak lagi suara masyarakat yang bisa diakomodir dan diperjuangkan. Hitung-hitung, ini sekaligus kita jadikan ladang pengabdian, meski kita bukan seorang pengurus partai.
Tapi kalau hanya untuk kepentingan pribadi atau golongan, kok sampai pada tindakan mencoblos. Mendekat saja, jangan kita lakukan. Kalau perlu, sama dengan yang tadi, kita kampenyekan. Tapi seruannya agar ditinggal, bukan dipilih. Ini juga sebagai ladang pengabdian kita membantu masyarakat. Agar mereka tak menderita dimanfaatkan oleh partai.
Saya harap, para pembaca sekalian melihat seluk beluk rencana koalisi Nasdem Demokrat PKS dari sudut pandang tersebut. Bahwa ketiga partai itu punya kepentingan, iya kita toleransi.
Namun, apa bentuk kepentingan dimaksud, wajib kita kritisi. Agar suara kita tak hanya dijadikan alat “dorong mobil mogok”. Disanjung-sanjung, dirawat dan dijanjikan sesuatu ketika butuh, namun ditinggal begitu sudah terpilih.
Sebenarnya, rencana koalisi Nasdem Demokrat PKS sudah tergaung agak lama. Jika tak salah, mendahului terbentuknya Koalisi Indonesia Raya atau KIR yang digagas oleh Gerindra PKB. Cuma, hingga uneg-uneg saya ini ditulis, belum ada tanda-tanda jadi. Bahkan, makin hari kelihatan tambah jauh. Apa penyebabnya, mari kita sisir bersama.