Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Akankah SBY Membawa Demokrat Tetap Melankolis?

27 September 2022   08:30 Diperbarui: 27 September 2022   09:40 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Susilo Bambang Sudhoyono Atau SBY, Foto Dok. Kompas.com/Garry Andrew Lotulung

Diantaranya, SBY tak dilibatkan dalam pembahasan soal Peraturan Pemerintah tentang Kampanye Pejabat Tinggi Negara. Suami Megawati Bapak Taufik Kiemas yang ketika itu masih ada, menganggap SBY tak bersikap dewasa. “Jenderal kok kayak anak kecil” (DetikNews, 16 Maret 2009). Tak patah arang, SBY kirim surat lagi ke presiden Mega. Isinya tanya soal tugasnya sebagai Menko Polkam. Tapi lagi-lagi tak ada tanggapan.

Puncak dari semua itu, akhirnya SBY meresmikan secara formal partai Demokrat. Dan hasilnya sangat bagus sebagaimana saya sampaikan diatas tadi. Prestasi bagus ini berlanjut pada pemilu legislatif dan pilpres 2009. Demokrat  berhasil menjadi pemuncak klasemen. Sebagai pemenang pertama, dengan meraih 21.703.137 suara. Atau 20.85 persen dan 148 kursi legislatif DPR RI.

Pak SBY juga menang pertarungan pilpres 2009. Kembali duduk sebagai presiden untuk periode kedua. Dalam pandangan saya, kesuksesan Demokrat dan SBY kali ini salah satunya juga ditunjang oleh beberapa kegiatan instan yang dirasakan masyarakat. SBY membuat program dalam bentuk fresh money. Misal Bantuan Langsung Tunai atau BLT dan sebagainya.

Namun, partai Demokrat ternyata tak mampu mempertahankan kemenangannya pada pemilu 2009. Mungkin karena adanya kesan terdholimi sudah tak ada lagi seperti sebelumnya. Mengingat pada periode 2004-2009 Pak SBY dan partai ini sudah menjadi penguasa yang superior, simpati rakyat akhirnya tergerus. Kali ini suara Demokrat turun drastis. Hanya dapat 10.19 persen atau 61 kursi legislatif.

Pemilu 2019 lebih jeblok lagi. Peringkatnya turun hinga ke nomor 7 dibawah PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, Nasdem dan PKS. Suara Demokrat hanya tinggal 10.876.507 atau setara dengan 54 kursi. Persentasenya sama dengan 7.77. Dikurangi 4 angka saja, partai ini tak akan lolos. Mengingat batas ambang pemilu 2009 adalah 4 persen.

Lalu apa kira-kira faktor penyebabnya..? Saya kira karena modal awal dan potensi lanjutan yang dimiliki Demokrat sudah tak berfungsi dengan baik. Modal awal yang berupa sikap melankolis dan “dipakai” pada pemilu 2004, sudah tak laku lagi dimata rakyat. Lalu potensi lanjutan yang berupa kekuasaan sebagaimana dipegang SBY ketika jadi presiden, juga sudah hilang dari peredaran.

Menghadapi pemilu 2024, jika tak menata ulang brandingnya alias masih mengandalkan “belas kasih” orang, Demokrat sulit bersaing dengan partai menengah lain. Bahkan bisa jadi kalah sama pendatang baru seumur jagung yang namanya Partai Solidaritas Indonesia atau PSI yang didirikan oleh Grace Natalie. Kita tahu, dalam berkampanye partai baru ini mengandalkan visi kekuatan menyuarakan aspirasi rakyat. Bukan berharap pada sikap melankolis

Nampaknya, lima partai besar yang ada di klasemen hasil pemilu 2019 tidak ada satupun yang mengandalkan “belas kasih”. Yang mereka tonjolkan justru kekuatan. PDIP kuat memegang sikap sebagai oposisi saat pemerintahan SBY. Golkar kuat menghadapi terpaan soal partai peninggalan orde baru. Gerindra dan Nasdem kuat mencari ceruk suara sebagai parpol “sempalan” Golkar.

Dan PKB kuat mempertahankan identitas sebagai partai nasionalis religius. Pernahkan kelima pimpinan parpol tersebut pidato mendayu-dayu, menyampaikan keluh kesah sebagai orang yang terdholimi seperti biasa di lakukan oleh SBY dalam membawa Demokrat..? 

Selama saya aktif mengikuti berita politik, saya tak menemukan mereka melakukan itu. Entah para pembaca sekalian..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun