Jadi, kalau Mardiono bergerak melakukan konsolidasi di KIB atas nama PPP, sebenarnya tak ada masalah. Kelakpun, jika Ketum Plt. ini hendak tanda tangan mengajukan capres cawapres bersama Ketum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketum PAN Zulkfli Hasan, juga sah dan pasti diterima oleh KPU. Maka menjadi pertanyaan, sudah punya legalitas sekuat itu, kok masih enggan menyambangi KIB, hanya karena alasan memperbaiki soliditas internal PPP.
Pertanyaanya, bukankah pilihan PPP gabung ke KIB yang sudah diputuskan sejak jaman Manoarfa tak ada protes dari kader internal..? Atau jangan-jangan, sesungguhnya ada kondisi terbalik yang selama ini disembunyikan dan tak disampaikan secara terbuka oleh PPP ke publik. Bahwa gabung ke KIB itu adalah keputusan sepihak Manoarfa, dan bukan kehendak mayoritas kader.
Memang benar, ada pernyataan Arsul Sani yang sempat singgung soal KIB. Masih dikutip dari sumber yang sama, kata Arsul memastikan, bahwa pergantian tersebut tidak akan mempengaruhi posisi PPP dalam KIB. Cuma bagaimanapun, apa yang disampaikan Arsul ini tetap bergantung pada kewenangan Mardiono selaku Plt. Ketum dan keputusan hasil konsolidasi.
Ingat, yang punya kewenangan legalitas berproses di KIB adalah Mardiono, bukan Arsul, kecuali ada pendelegasian. Lha bagaimana nanti jika Mardiono tak mau melakukan itu dan punya keputusan lain emoh masuk KIB..? Bagaimana pula jika ternyata nanti kalangan internal PPP setelah dilakukan konsolidasi internal, juga tak mau merapat ke KIB..? Jawab atas dua pertanyaan ini memang harus kita tunggu perkembangan berikutnya. Namun, untuk sementara ini, cukup membuat anggota koalisi macam Golkar, PAN dan Capres Cawapres yang hendak memanfaatkan KIB sebagai kendaraan politik, pusing tujuh keliling..
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI