Manusia yang sedang menghadapi masalah macam Mantan Kadiv Propam Irjen Pol. Ferdy Sambo, layak ditolong. Mengapa, karena dalam keadaan tak berdaya dan mengalami kesulitan hidup. Jangan malah sebaliknya, tambah dijerumuskan misalnya. Itu tak baik. Bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang welas asih, tepo seliro, peduli dan suka menolong.
Apalagi, dihadapkan pada ancaman hukuman sangat berat. Jika hakim yang mengadili tak pandang bulu dan ketok maksimal, alamat Pak Sambo akan masuk ke alam ruh. Dari yang semula tinggal di Duren Tiga, pindah alamat ke Taman bahagia dan ketemu Almarhum Brigadir Joshua.
Sekedar diketahui, hukuman atas satu tindak pidana sebenarnya baik. Apapun jenisnya. Hukuman, mampu membuat efek jera. Lebih dari itu, hukuman juga bisa dianggap sebagai satu-satunya bentuk humanis dari keinginan manusia untuk balas dendam.
Sementara pada sisi lain, balas dendam adalah salah satu milik manusia yang bersifat sunnatullah. Sudah merupakan pemberian Tuhan dan melekat kuat tak bisa dilepas. Artinya, tidak mungkin dihilangkan. Kecuali telah bertemu malaikat pencabut nyawa. Apa maksud Tuhan taruh sifat yang dianggap jelek itu pada diri manusia, wallahu'a'lam bis showab. Hanya Tuhan sendiri yang tahu.
Maka, satu-satunya jalan yang bisa dilakukan adalah, bagaimana mengelola balas dendam agar tidak menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Dalam konteks kasus saling tembak antar polisi, yang perlu dipikirkan sebenarnya perasaan keluarga Brigadir Joshua yang menjadi sebab Pak Sambo dijadikan tersangka.
Sekarang saja, perasaan mereka sudah tentu hancur lebur. Apalagi, jika pengadilan memutuskan bahwa sangkaan itu benar adanya. Pasti lebih hancur lagi. Mengingat Pak Sambo yang merupakan atasan langsung Sang Brigadir, sudah dianggap sebagai keluarga sendiri. Terutama jika melihat kedekatan hubungan sebagai ajudan antara almarhum dengan Putri Candrawathi. Istri si Mantan Kadiv Propam.
Agar sedikit bisa meredam gejolak balas dendam, hakim dipengadilan merupakan satu-satunya harapan. Jika hukuman yang dijatuhkan terhadap Pak Sambo kurang memberi rasa puas terhadap keluarga Sang Brigadir, tentu keinginan balas dendam tak tersalurkan maksimal. Secara kasat mata, bisa jadi mereka legowo. Tapi dalam hati, api amarah akan terus membara. Mungkin tak kan pernah hilang hingga kiamat.
Ini jelas pertanda buruk. Pak Sambo akan dipersonifikasikan sebagai makhluk super jahat. Pada hari-hari kedepan, jika keluarga Sang Brigadir mendengar atau mengingat nama Ferdy Sambo, tanggapan yang keluar dari ucapan keluarga Sang Brigadir mungkin berupa sumpah serapah. Meskipun kelak, kasus itu sudah lama usai.
Anda tahu, dalam keyakinan saya, ucapan atau ungkapan hati seseorang adalah doa. Dan Anda tahu juga, permohonan yang tak mungkin ditolak oleh Tuhan adalah tengadah tangan mereka yang terdholimi macam keluarga Sang Brigadir.
Coba bayangkan, betapa sengsaranya nasib Pak Sambo jika selamanya mendapat kiriman "doa" sumpah serapah dari keluarga Sang Brigadir. Bisa tersiksa dunia akhirat itu si mantan Kadiv Propam. Didunia nestapa. Di akhirat, siap-siap digiring malaikat masuk lewat pintu neraka. Wallahu'a'lam.
Makanya, itu harus kita stop. Kita dorong supaya hukuman atas kasus Pak Sambo mampu memuaskan keluarga Sang Brigadir. Agar kedua belah pihak pada akhirnya sampai pada ending yang menggembirakan. Keluarga Sang Brigadir berbalik tengadah tangan pada Tuhan disertai ucapan-ucapan baik. Sehingga, dan ini pada sisi lainnya, Pak Sambo mendapat ampunan dari kesalahan fatal yang telah dilakukannya.
Dan tahukah anda, jenis hukuman apa yang mampu meluluhkan keluarga Sang Brigadir agar balas dendam menjadi humanis hingga Pak Sambo bisa tertolong..? Jawabnya adalah hukuman mati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H