Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengatasi Biaya Kuliah Tinggi Lewat Pogram KIP

4 Agustus 2022   09:40 Diperbarui: 4 Agustus 2022   09:48 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kartu Indonesia Pintar Kuliah, Foto Dok. Kompas.com, By Kemedikbud

Tertarik ikut nimbrung di Topik Pilihan Kompasiana berjudul "Biaya Kuliah Mahal". Ini judul agak sedikit provokatif, namun sangat menginspirasi. Bersinggungan dengan layanan pemerintah. Juga kemampuan SDM dalam memanfaatkan potensi dan mencari peluang. 

Berbagai tulisan yang masuk, bisa jadi sangat berbobot untuk dijadikan acuan membuat kebijakan. Bisa jadi pula, sebagai pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi mahasiswa yang kebetulan memang harus bayar kuliah secara mandiri.

Lewat Kemendikbud Ristek, pemerintah sebenarnya sudah berbuat untuk mengatasi keperluan mahasiswa. Presiden Jokowi punya program yang dinamai Kartu Indonesia Pintar. Dikenal dengan singkatan KIP Kuliah. 

Diolah dari berbagai berita di Kompas.com, kuota KIP Kuliah tahun 2020 mencapai 400.000. Tahun 2022 sebanyak 200.000. Lewat program ini, Kemendikbud berharap agar makin banyak anak dari keluarga kurang beruntung yang mampu meraih gelar sarjana. Tidak terhenti hanya disekolah menengah atas. Sehingga, peluang untuk hidup lebih baik di masa mendatang, makin terbuka lebar.

Setidaknya, ada lima syarat yang harus dipenuhi jika ingin mendapat program KIP Kuliah. Pertama, merupakan lulusan SMA atau sederajat. Kedua, valid terdaftar di Nomor Induk Siswa Nasional (NISN), Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN), dan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Ketiga, memiliki prestasi akademik baik, namun punya keterbatasan ekonomi yang didukung oleh bukti dokumen sah. Keempat, mempunyai Kartu KIP, ada KKS/Kartu Keluarga Sejahtera dan sudah terdata di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementeriam Sosial. Kelima, lulus seleksi penerimaan mahasiswa baru, dan diterima di PTN atau PTS pada Prodi dengan Akreditasi A atau B. Dan dimungkinkan dengan pertimbangan tertentu pada Prodi dengan Akreditasi C.

Jika dipilah secara sederhana, kelima syarat tersebut terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, yang pemenuhannya bisa dilakukan mandiri atau tergantung pada kemampuan calon penerima KIP Kuliah. Ini meliputi syarat lulusan SMA dan terdaftar di NISA, NPSN serta NIK. Kedua, yang pemenuhannya tergantung pada otoritas pihak lain. 

Seperti punya KIP, KKS dan terdaftar di DTKS. Ketiga, yang pemenuhannya meliputi baik pertama maupun kedua. Yaitu ada keterbatasan ekonomi yang didukung bukti dokumen syah.

Melihat gambaran tersebut, bisa dipastikan tidak semua anak yang perlu KIP dapat menikmati biaya kuliah dari pemerintah itu. Hambatannya, justru terletak pada syarat-syarat calon penerima itu sendiri. Terutama yang ada kaitan dengan otoritas orang lain. Kalau syarat lulusan SMA dan terdaftar di NISA, NPSN serta NIK, saya kira mudah. Cukup anaknya rajin belajar dan punya dokumen itu semua, dijamin beres. Pasti syarat itu bisa disetor.

Namun tidak demikian bagi syarat yang pemenuhannya ada hubungan dengan kekuasaan pihak lain. Seperti punya KIP, KKS, terdaftar di DTKS dan bukti dokumen syah tentang keterbatasan ekonomi. 

Sebagai salah seorang yang juga aktif mendampingi masyarakat urus KIP, KKS, DTKS dan bukti keterangan tidak mampu, saya sering menemukan banyak kendala yang cukup serius. Bahkan agak miris. Sampai-sampai, saya merasa prihatin dan kasihan kepada mereka. Hanya karena masalah tidak prinsip, mereka kesulitan mengakses layanan pemerintah.

KIP dan KKS merupakan program kemeterian sosial dalam hal mengatasi kemiskinan. KIP Kuliah termasuk ada didalamnya. Sementara itu, DTKS adalah data besar yang isinya berupa calon penerima bantuan social. 

DTKS langsung ngelink ke Kemensos melalui Dinas Sosial masing-masing Kabupaten dan Kota. Jika ingin menikmati semua fasilitas bantuan pemerintah, baik bidang kesehatan, pendidikan dan social, wajib masuk DTKS.

Tanpa ada di data itu, mustahil dapat. Meskipun hingga melobi otoritas kekuasaan tertinggi sekalipun. Pernah saya temukan, ada warga tidak dapat KKS. Karena merasa orang dekat seorang pejabat tinggi kabupaten, dia melakukan lobi ke Dinas Sosial. Minta agar namanya masuk sebagai penerima KKS. Apa yang terjadi..? Hingga sekarang gagal. Tidak pernah muncul sebagai penerima bansos. Mengapa, karena namanya belum terdaftar di DTKS.

Basis DTKS ada di desa. Dikendalikan oleh seorang operator. Namanya Operator Siks-NG. Yang bertanggung jawab terhadap data tersebut adalah Kepala Desa. Justru disinilah kadang muncul masalahnya. 

Warga yang kebetulan tidak singkron atau punya hubungan kurang baik dengan operator dan Kepala Desa, kadang sulit mendapat rekom masuk DTKS. Alasannya macam-macam. Pernah juga saya temukan kasus, seorang warga sulit minta tanda tangan karena dulunya bukan pendukung Kepala Desa terpilih. Akibatnya, surat-surat yang diurus terkatung-katung. Ya mau bagaiamana lagi. Memang begitu prosedurnya.

Lalu apakah setelah masuk DTKS masalah selesai..? Tunggu dulu. Calon penerima bantuan mesti siap-siap terima "tantangan" lain. Misal, namanya tidak keluar karena NIK tidak padan. Atau karena salah satu huruf abjad berbeda. Di KTP tertulis Ahmad. Sedang di KK tertera Achmad. Hanya sedikit memang bedanya. Cuma huruf C saja. Tapi jangan dikira masalah kecil ini bukan persoalan. Bagi KPM calon penerima, itu adalah masalah besar. Karena berakibat gagalnya bantuan turun.

Masih banyak sebenarnya masalah-masalah lain seputar DTKS yang berakibat pada gagalnya warga masyarakat mendapat bantuan. Saya kira, demi kelancaran program KIP Kuliah yang dikhususkan membantu mahasiswa kurang mampu mengatasi biaya pendidikan, pemerintah wajib memeperhatikan beberapa prosedur diatas. Kalau perlu lebih disederhanakan lagi. Jangan sampai program bagus itu tidak terjangkau oleh calon mahasiswa, hanya gara-gara soal prosedur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun