Setelah ditahan lebih dari satu setengah tahun, terhitung sejak 20 Desember 2020, mantan pemimpin FPI Habib Rizieq Shihab, bebas dari Rutan Bareskrim Polri. Habib mendapat pembebasan bersyarat atau PB. Yang menjadi jaminan adalah istri beliau, Syarifah Fadhlun Yahya. Saat ini, Habib sudah ada di kediamannya, kawasan Petamburan.
Disarikan dari Kompas.com 20/07/2022, sebelum Habib Rizieq dapat PB, beliau divonis kurungan penjara atas dua kasus berbeda. Pertama, perkara pelanggaran kekarantinaan kesehatan di Petamburan, Jakarta Pusat. Dalam kasus ini, Habib divonis 8 bulan. Kedua, kasus penyiaran berita bohong dan menimbulkan keonaran terkait soal tes usap di Rumah Sakit Ummi Bogor. Untuk yang kedua ini, Habib kena hukuman penjara 4 tahun. Namun oleh Mahkamah Agung dipotong menjadi hanya dua tahun.
PB merupakan pelepasan seorang narapidana dari hukuman penjara dengan syarat-syarat tertentu. PB diatur dalam Pasal 15 dan 16 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Disebutkan bahwa, pembebasan bersyarat adalah program pembinaan untuk mengintegrasikan narapidana ke dalam kehidupan masyarakat setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
Kalau PB butuh syarat sebagaimana diatur dalam regulasi, maka tidak demikian dengan Bebas Murni atau BM. Narapidana yang dinyatakan BM tidak terikat oleh syarat-syarat apapun. Tidak ada pula keharusan melakukan sesuatu sebagai kewajiban atas pembebasan dirinya. Misal wajib lapor sebagaimana dikenakan pada narapidana yang mendapat PB.
Melihat ketentuan tersebut, meskipun bebas Habib Rizieq tidak bisa berbuat semaunya. Mentang-mentang sudah diluar penjara lalu seenaknya melakukan kegiatan yang melanggar regulasi tindak pidana. Jangankan yang agak berat seperti menghasut, memfitnah, memprovokasi, berbohong hingga menimbulkan keonaran, kena pelanggaran "ringan" macam kena tilang saja, pasti berpengaruh terhadap pembebasannya. Bisa-bisa, PB beliau dicabut. Konsekwensinya, Habib mesti balik ke penjara.
Saya kira para penasehat hukum dan Habib Riziq tahu akan resiko itu. Rasanya, untuk kali ini beliau akan lebih hati-hati. Terlebih ditahun politik seperti sekarang ini. Bertindak diluar control tentu akan merugikan. Baik bagi beliau pribadi maupun bagi kelompok atau entitas yang dekat dengan beliau. Minimal, kerugian pribadi beliau adalah tidak bisa berkumpul lagi dengan keluarga dan para santri.
Selama ini, meskipun bukan politisi murni Habib Riziq dikenal aktif menyuarakan kepentingan politik. Beliau dikenal dekat dengan Anis Baswedan. Diketahui, Anis merupakan salah satu Capres potensial pada pilpres 2024. Elektabilitasnya selalu nangkring ditiga besar berbagai lembaga survey terpercaya. Jika PB Habib Riziq dicabut dan kembali masuk penjara, tentu merupakan kerugian tersendiri bagi Anis Baswedan. Habib Rizieq dan Anis Baswedan pasti enggan itu terjadi.
Keluarga saya dikenal hormat pada Habaib. Kerena merupakan keturunan Kanjeng Nabi. Demikian pula, saya menaruh hormat pada Habib Rizieq. Salah satu bentuk penghormatan saya adalah tidak memanggil dengan sebutan Rizieq. Namun di dahului gelar habib. Tapi, penghormatan itu bukan berarti mentolerir tindakan pidana. Lebih-lebih sudah ada putusan pengadilan. Hormat pada Habaib dan tindakan pidana adalah dua hal berbeda. Seyogyanya, penghormatan pada Habib Rizieq tidak harus melunturkan sikap relistis adanya pelanggaran hukum. Apalagi beliau tergolong dzurriyah Rasul. Dalam sebuah hadits, beliau Rasul SAW bersabda : "Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya'" (HR. Bukhari). Jika Rosul SAW masih hidup, saya yakin beliau kurang setuju terhadap pelanggaran pidana yang dilakukan Habib Rizieq. Semoga peristiwa sebelumnya menjadi pelajaran berharga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H