Naah, disaat ada kepercayaan itulah, mulai masuk bicara soal pornografi. Buka sedikit-demi sedikit. Jangan langsung fulgar. Hingga pada akhirnya nanti, jika dirasa sudah tepat, barulah singgung soal dampak negative kebiasaan nonton film porno.
Jika berdiskusi dengan anak terpapar porno menyinggung masalah pendidikan seks, sampaikan secara utuh. Jangan sepotong-sepotong. Cuma materi reproduksi saja misalnya. Yakni pengetahuan tentang fungsi organ tubuh yang berkaitan dengan seksual.Â
Jika hanya ini materinya, maka pengetahuan yang diserap oleh anak tentang seks, terbatas seputar hamil atau tidak jika melakukan hubungan badan. Ini jelas tidak bagus. Semacam memberi trik pada anak, bagaimana cara agar hubungan seks diluar nikah tidak bisa hamil.
 Jadinya, anak malah punya modal cerdas untuk melakukan seks bebas. Besok-besok, pengetahuan cerdas ini akan dijadikan alat oleh anak untuk kumpul kebo. Tanpa rasa bersalah. Karena tidak ada lagi kekhawatiran akan hamil. Sesuatu yang jelas-jelas sangat kontraproduktif dengan tujuan pendidikan seks itu sendiri.
Maka selayaknya, pedidikan seks juga diimbangi materi doktrin agama. Memberi arahan pada anak terpapar porno, agar penyaluran fungsi-fungsi organ seks dilakukan secara benar. Wajib sesuai aturan agama. Beri anak dalil-dalil agama sekaligus dengan contoh-contoh yang nyata. Yang ditemui sehari-hari, tentang nilai-nilai terbaik jika hubungan seks dilakukan setelah ada ikatan pernikahan.
Kembali pada soal pendekatan gradual diatas, jika anak terpapar porno sudah punya kepercayaan pada orang tua, dan tertanam doktrin bahwa nonton film dewasa itu tidak baik, langkah berikutnya adalah buat kesepakatan.Â
Bahwa jika ketahuan nonton lagi, akan ada tindakan tegas. Tapi dalam praktek, tindakan tegas itu harus kondisional. Dimulai dari yang paling ringan lebih dulu. Hingga nanti mengarah ke yang paling berat. Jika melampaui batas.
Selanjutnya, jangan terlalu sering diberi toleransi. Nantinya, akan menjadi permakluman. Anak terpapar porno akan punya pemikiran, bahwa ketahuan melanggar nonton film sekali dua kali, ternyata tidak ada teguran dari orang tua. Akibatnya, anak yang awalnya berangsur-angsur mulai "sembuh", sedikit demi sedikit kembali coba-coba.
 Pada akhirnya balik seperti semula. Jika nantinya kebiasaan itu menguat lagi, akibat banyak toleransi tadi, penyembuhan berikutnya bisa sangat sulit. Bahkan mungkin tidak dapat disembuhkan sama sekali.
Itulah langkah-langkah umum jika orang tua mendapati anak terpapar porno. Namun sebelum itu, ada baiknya dilakukan antisipasi terhadap anak yang masih belum terpapar. Untuk pencegahan seperti ini, relative tidak terlalu sulit. Cukup lakukan pembiasaan, maka tontonan anak saat pegang gadget lebih mudah dikontrol.
 Kesempatan paling baik untuk melakukan pembiasaan itu adalah, saat pengetahuan anak masih dominan diperolah lewat proses imitasi. Yakni kebiasaan meniru. Ya sekitar umur 1-5 tahun. Tinggal tanamkan kebiasaan nonton konten-konten positif, maka kelak kebiasaan itu pula yang akan dibawa oleh anak.