Mohon tunggu...
muhammad zaairul haq
muhammad zaairul haq Mohon Tunggu... -

manusia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Amirul Mukminin Jokowi

27 Mei 2014   12:39 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:04 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

AMIRUL MUKMININ JOKOWI

Oleh: Ki M. Zaairul Haq

Judul ini terkait dengan beberapa poster besar di pinggir jalan yang sempat saya lihat beberapa har ini. Poster besar berjudul Amirul Mukminin Jokowi yang menggunakan surban terlihat ngganteng dan langsung mengingatkan saya kepada sosok pangeran Diponegoro. Saya sendiri tidak tahu mengapa sosok tersebut yang kemudian terngiatng dalam benak saya. Namun kemudian saya berusaha untuk mencerna dan "nggathuk-nggathukne" atau mencocok-cocokkan keterkaitan antra sosok pangeran Diponegoro dengan sosok Jokowi dan juga keterkaitan yang terdaat dalam poster tersebut dengan menonjolkan penampilan sosok jokowi bersurban dan penggunaan gelar amirul mukminin yang selama ini dipahami oleh masyarakat jawa setidaknya ada dua penggunaan gelar tersebut.

Dalam konteks keislaman yang berkembang di timur tengah, penggunaan gelar amirul mukminin pertama kali digunakan pada masa khulafaurrasyidin yang merupakan pengganti rasulullah dalam urusan kenegaraan dan keagamaan. Namun bukan berarti mereka berstatus sebagai nabi atau rasul, namun sebagai penerus rasulullah dalam mengemban amanah dan membangun ghoyah atau tujuan dari syariat islam yang baru saja berdiri. Oleh masyarakat islam secara umum, pemerintahan islam di masa Khulafaur rasyidin dinilai berhasil walaupun tentu saja ada gejolak politik yang tidak sempat diredam dan memuncuk pada masa usman dan klimaksnya pada masa ali bin Abi Thalib. Setelah itu, sistem pemerintahan islam mulai berubah kepada sistem monarki absolut.

Sedangkan dalam konteks kejawaan, masyarakat jawa mengenal raja-raja mataram sebagai amirul mukminin yang secara jelas berarti berusaha untuk "ndapuk" raja sebagai pemimpin pemerintahan dan spiritual. Yang menarik di sini adalah penggunaan amirul mukminin yang disematkan secara khusus untuk pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro dikenal memiliki gelar “Sultan Abdulhamid Cokro Amirulmukminin Sayidin Panotogomo Khalifatullah Tanah Jowo”.

Sosok pangeran Diponegoro ini menjadi menarik untuk disimak karena beliau adalah seorang putra mahkota yang tidak mu menggunakan mahkotanya. Beliau tak mau masuk ke dalam struktur pemerintahan walau beliau adalah putra Sultan hamengku Buwono III yang juga seorang amirul mukminin. Dengan kata lain saat itu ada dua amirul mukminin yang tentu saja memiliki latar historis penggunaan gelar yang berbeda. Sultan hmengku Buwono III mendapat gelar amirul mukminin karena beliau memang seorang raja jawa yang sah sedangkan pangeran Diponegoro mendapatkan gelar amirul mukminin karena beliau merupakan sosok pejuang yang gigih melawan penjajah Belanda. Dengan kata lain, yang satu mendapat gelar amirul mukminin karena status sedangkan yang kedua mendapatkan gelar amirul mukminin karena memiliki kontribusi besar dalam perjuangan.

Pemetaan sederhana ini penulis gunakan untuk sekedar mengajak para pembaca untuk menyelami keadaan psikologis masyarakat jawa dalam konteks penggunaan gelar amirul mukminin. Setidaknya kita dapat menangkap bagaimana gelar tersebut terkait dengan peran dan kontribusi seseorang yang besar bagi masyarakat. Entah itu kontribusinya dalam bidang politik, sosial, budaya maupun keagamaan. Yang pasti seluruh kontribusi tersebut mendapatkan sambutan positif dan diakui secara luas. Pengakuan ini yang kemudian menjadi dasar pengggunaan gelar Amirul mukminin. Dan itulah yang mungkin saja kini tengah dialami oleh sosok seorang Jokowi. Yang mana masyarakat luas menganggap beliau sebagai amirul mukminin masyarakat Indonesia masa kini. Bahkan yang menarik, para pertapa yang selama ini bersembunyi di padepokan mereka kini mulai turun gunung dan mengemuka di tengah masyarakat dan mengusung jokowi karena terkait dengan ratu adil.

Dalam masyarakat jawa, ratu adil memang tak bisa lepas dari penggunaan gelar amirul mukminin. Adanya gelar amirul mukminin tanah jawi karena memang masyarakat jawa berharap kepada raja mereka agar mampu menjadi ratu adil, atau ratu yang membawa keadilan bagi masyarakat dan mampu membawa mereka kepada kesejahteraan. Dalam konteks inilah sosok jokowi dianggap telah memberikan kontribusi keadilan dan ketentraman bagi masyarakat luas, sehingga banyak poster yang kemudian menuliskan nama beliau dilengkapi dengan gelar amirul mukminin.

Saya kira poster seperti itu bukan sekedar "jualan politik" semata, melainkan ada karena keadaan psikologis masyarakat yang memang mengakui jokowi sebagai orang besar. Jangan lupa, di masyarakat kita ada istilah "tabu" atau dalam masyarakat jawa ada istilah "kuwalat". Penggunaan gelar yang tak pas bisa menjadi problematika sosial tersendiri di masyarakat kita, khususnya masyarakat jawa. Karena itu masyarakat tidak akan sembarangan menggunakan gelar amiirul mukminin kepada seseorang, sebab konsekuwensinya akan besar.

Kalau poster tersebut hanya sekedar "jualan politik" semata, saya kira pasangan Prabowo-Hatta dapat menggunakan gelar tersebut untuk mencari dukungan. Tapi nyatanya belum ditemukan poster seperti itu. Walhasil, ada harapan besar dari masyarakat jawa kepada sosok Jokowi yang diharapkan dapat menjadi ratu adil dan sosok amirul mukminin tanah jawi.

NB: Ini bukan artikel politik yang berniat untuk mendukung salah satu Capres-Cawapres dalam Pilpres 2014, namun hanya sekedar refleksi terhadap adanya fakta sosial di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun