Jakarta, awal September di tahun kelinci, mendung menggelayut, kemudian hujan rintik-rintik menyapa jalanan dan menerpa sebuah mobil jeep berpenumpang empat orang. Jalan Gatot Subroto tidaklah begitu padat pada malam ini.
”Gue bingung nich.. musimnya yang memang berubah atau langitnya yang sedang menangis..” celetuk Lia Panalia Monic Sonatina Stardust yang duduk di jok depan di dekat tuan sopir yang hanya senyum-senyum kecut. Tuan sopir yang mengantongi kartu tanda pengenal dengan nama Ritchie Rexy Boulzee Mumtazania Mochtar hanya melirik wanita disampingnya yang berkulit putih, berambut pirang, berkuncir, berhidung mancung, dan bermata bulat.
”Terserah lo. Tak penting musim bagiku.” kata Ritchie datar. Rambutnya tetap rapi karena ia sering menyisirnya. Alisnya tebal, wajahnya oval, kulitnya sawo matang dan tentu saja banyak cewek yang mengatakan dirinya sebagai sosok cowok ganteng dengan doa-doa agar ’mudah-mudahan’ tidak playboy. Mata Ritchie kelihatan sayu, mungkin saja mengantuk. Boleh mengantuk asalkan..
”C I I I I T..” terdengar suara rem yang ditekan mendadak. Terlihat jeep itu oleng dan hampir menabrak sedan.
”Hati-hati, sayaang..! Hhh..” teriak Lia sambil mengelus dadanya. Kemudian menarik nafas panjang sementara matanya menatap si tuan sopir.
Ritchie tersenyum puas. Ia masih mendengar kata ’sayang’ dari wanita itu. Ia suka membuat Lia deg-degan, panas dingin, cemas, dan mengelus dada. Kemudian, seperti biasanya ia akan berusaha menghibur, dan merasa menjadi pahlawan. Trik yang sebenarnya sudah usang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H