Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jadi Gembel Kaya Buku atau Jadi Raja Impoten Baca?

1 Juni 2011   10:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:59 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_113535" align="aligncenter" width="438" caption="from google"][/caption]

Menjadi seorang gembel yang berbaju compang-camping dan hidup di bawah gubuk tua yang penuh dengan buku, adalah lebih baik daripada menjadi raja tapi tak pernah bernafsu untuk membaca. Mungkin kata-kata itu terlalu dramatis, lebay, tidak elegan dan penuh dengan kemunafikan.

Tapi siapa sangka jika kata-kata itu muncul pertama kali dari mulut seorang hebat yang bernama Thomas Babington Macaulay. Silakan Anda cari sendiri di Wikipedia siapakah orang ini.

Dunia informasi sudah ada di genggaman. Entah kenapa, petualanganku menyusuri lorong-lorong maya telah sampai ke urat nadi seorang Thomas Babington Macaulay, seorang penyair dan sejarawan Inggris, yang bahkan pernah meniti karir politik sebagai sekretaris perang antara tahun 1839-1841. (sumber : Wikipedia)

Benarkah Macaulay menyatakan kata-kata itu? Lihat saja apa yang dikatakannya dalam salah satu situs yang memuat setiap pernyataannya. Dia mengatakan :

I would rather be poor in a cottage full of books than a king without the desire to read. (Thomas B. Macaulay)

Hmm.. aku tidak berbohong, bukan? Macaulay berkata,”Aku lebih memilih untuk menjadi seorang miskin papa yang hidup di sebuah gubuk yang dipenuhi banyak buku, daripada menjadi seorang raja yang tak punya nafsu untuk membaca..”

**

Menyelami isi buku dengan sungguh-sungguh, memang tidak segagah anggota dewan yang sedang mengikuti rapat paripurna sambil melihat bokep. Membaca buku dan mengambil maknanya, mungkin juga tak se-bergengsi seorang gubernur atau bupati yang sedang memimpin rapat dinas untuk me-mark-up proyek.

Menyelami isi buku, membaca buku dan mengambil maknanya, adalah pekerjaan hening yang jauh dari kegemerlapan. Pekerjaan ini, hanya remeh temeh dan tak pernah berhubungan langsung dengan pertanyaan apakah jumlah uang di dompet akan bertambah jika melakukan kegiatan ini. Memang, ini bukan pekerjaan bisnis, kawan. Pekerjaan membaca buku dan mengambil maknanya selalu non bisnis. Tak pernah banyak orang yang suka dengan pekerjaan ini.

Maka wajar, jika Macaulay seakan-akan memberikan konotasi yang rendah terhadap kegiatan ini. Buku dia sejajarkan dengan gubuk tua dan kemiskinan. Sementara tiadanya nafsu membaca buku, dia identikkan dengan seorang raja yang pasti punya banyak kekuasaan dan akan selalu mendapatkan selir-selir cantik dengan hanya tinggal tunjuk saja.

**

Akan tetapi, apa yang diucapkan Macaulay bisa diberi tafsir yang lebih bernas. Rupa-rupanya, Macaulay hanya akan mengatakan bahwa memiliki ilmu pengetahuan, jauh lebih baik daripada memiliki harta benda. Pemeo ini amat klasik dan sering disinggung-singgung dalam majelis taklim ibu-ibu Muslimat An-Nahdliyah dan ibu-ibu Nasyiatul Aisyiah. Menurut pak ustadz, tentu saja ilmu pengetahuan tak akan habis, apalagi kalau sering ditularkan dan dibagi melalui situs sharing n connecting. Malah ilmu kita akan bertambah banyak karena mendapatkan kritik, saran dan juga usul tambahan oleh banyak orang yang komen di lapak kita.

Sementara harta benda, dia akan bisa habis. Apalagi jika hobby-mu adalah keluyuran di karaoke Suzana yang purel-nya rok-nya hanya kain setengah meteran itu hingga dalemannya kelihatan lap lap. Sekali indehoy.. berapa tips yang kamu keluarkan? Berapa uang yang kamu habiskan? Apalagi jika kamu suka taruhan dan karena kamu fanatik MU, kamu kalah satu juta rupiah pas final champion kemarin. Wakaka..

**

Kata pak ustadz juga, ilmu pengetahuan akan menjaga hidup kita, sementara harta benda, kita harus selalu menjaganya. Itu juga seringkali diperdengarkan dimana-mana, merujuk kepada betapa lebih pentingnya ilmu pengetahuan ketimbang harta benda. Persis apa yang tersirat dari ucapan Thomas Babington Macaulay.

Jika kamu mau berpikir waras, maka jangan bandingkan aktifitas membaca buku dengan menonton konser Dewi Persik. Jika kamu mau lebih bijak, maka jangan bandingkan aktifitas menyelami makna isi buku dengan menonton striptease di kawasan Kelapa Gading. Sama sekali tak berbanding.

**

Lebih baik, kamu menuruti nasehat tetanggaku saja. Kata tetanggaku, silakan dengan ikhlas hati untuk membaca buku-buku bermutu dan bermakna, dan relakanlah waktumu habis untuk berhening cipta, menyusuri taman-taman indah ilmu pengetahuan dan berpetualang ke negeri-negeri dongeng yang sarat hikmah.

Jika itu yang kamu lakukan, aku yakin, hatimu akan selalu tenang, jiwamu akan selalu bersinar, dan hidupmu akan dituntun oleh aura suci pancaran ilahi, yang maha tahu dan maha berpengetahuan.

Aku yakin, hidupmu takkan pernah bisa dibelokkan oleh setan jahannam. Bukankah orang yang berpengetahuan yang sedang tidur di beranda masjid lebih ditakuti setan daripada orang bodoh yang sedang sembahyang di dekat orang yang tidur itu? Wahaha.. [ ]

Salam Kompasiana,

Mr. President

Catatan : Bagiku, lebih baik kaya harta dan kaya ilmu pengetahuan. Wakaka..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun