Kemarin adalah hari yang istimewa bagiku. Betapa tidak? Para kolega silih berganti memberikan ucapan selamat kepadaku karena ada salah satu tulisanku yang lolos menjadi salah satu dari tiga pemenang Lomba IB Kompasiana Blogging Day. Sebuah pencapaian yang patut disyukuri secara Tuhan amat membenci orang yang tak mau bersyukur atau ingkar nikmat. Apalagi, penyelenggara lomba ini amat sayang kepada para pemenang sehingga untuk peringkat tiga pun, sebuah Blackberry telah menanti.
Dipercaya atau tidak, Kompasiana telah mendewasakanku. Aku bergabung di situs ini sejak 8 Desember 2009. Sejak itu pula, aku mulai menulis di situs ini dan mendapatkan banyak teman maya. Mereka adalah orang-orang hebat yang pernah kukenal. Andy Syoekri Amal, Mariska Lubis dan Pipiet Senja adalah beberapa orang yang telah memberikan inspirasi. Pun juga banyak teman guyon yang tak bisa kusebutkan satu per satu disini. Termasuk Babeh Helmi, Inge, dan Hadi Samsul. Masih banyak yang lain yang tentu saja tak bisa kusebutkan satu persatu di sini.
Seiring bergulirnya waktu, warga Kompasiana telah tumbuh. Dari sekian ratus, menjadi sekian ribu. Hal ini amat menggembirakan karena kita jadi semakin besar. Kita mempunyai teman dan sahabat yang bertambah pula. Meski kadang aku juga sedih karena setelah kulihat dan kuamati, ternyata beberapa kompasianer yang dulu amat aktif, kini mulai jarang terlihat.
Fenomena ini tentu kurang begitu baik, karena jika warga situs keroyokan ini berkurang, tentu akan berkurang pula tulisan yang dihasilkan. Terlebih jika yang tidak aktif adalah penulis yang bisa kukatakan sudah ”benar-benar menjadi penulis”, maka tentu saja bobot itu menjadi hilang.
**
Kompasiana telah mencatat beberapa pencapaian kedewasaan dalam diri seorang penulis. Situs ini telah merekamnya dengan baik. Ketika aku mulai bergabung dengan situs ini, aku hanya sekedar iseng menulis. Aku tak punya visi menulis. Dan tentu saja, sama sekali tak punya misi. Sekedar coret mencoret. Bagiku, lebih baik menjalin pertemanan dan persahabatan daripada sibuk menulis. Apalagi menulis dengan baik dan sungguh-sungguh. Yang penting, sahut menyahut, guyon, cengengesan dan saling ejek.
Dengan gaya yang seperti itu, tentu kita sudah mendapatkan satu hal yang penting dari situs ini. Dialah yang dinamai Connecting. Keterhubungan. Menjalin relasi. Apapun nama dan tag-nya, ini amatlah bermanfaat. Situs ini telah menjadi inspirator bagi adanya silaturahmi, persahabatan dan tentu saja kekeluargaan.
**
Seiring berjalannya waktu, aku mulai berusaha menulis dengan baik. Aku memilih fiksi. Bagiku, fiksi adalah tulisan yang teramat bebas. Aku tak perlu mencari literatur dan tak perlu memikirkan efek apa yang akan ditimbulkan dari tulisan-tulisan bergenre ini. Yang penting ada inspirasi, jadilah tulisan itu. Meskipun aku juga berusaha menghimpun kejadian-kejadian mutakhir melalui bahasa fiksi.
Situs ini telah mencatat pencapaian tulisan fiksiku. Serial ”Andai Aku Presiden RI” telah kutulis sebanyak 80 episode. Semuanya fiksi. Semuanya khayalan dan inspirasi yang melintas, kemudian tertata melalui jari-jari yang menari di atas keyboard. Terkadang, mungkin aku senang dengan beberapa orang ataupun banyak orang yang membaca tulisanku itu. Tapi, dalam hati lantas bertanya. Apa yang kamu inginkan dengan tulisan fiksimu itu? Sekedar menghibur? Sekedar mengeluarkan unek-unek? Atau sekedar merekam inspirasi?
Memang betul jika dikatakan bahwa apapun tulisan yang telah terekam, selalu memberi manfaat. Paling minimal, ya untuk dirimu sendiri. Sebagai terapi dan sebagai jalan curhat.
Tetapi, jika kita mempunyai kesempatan untuk bisa menaikkan level kita ke arah yang lebih baik, tentu haruslah kita melakukannya. Kita bisa bertransformasi untuk mencoba tidak hanya sekedar menulis, tetapi juga memberi ”sesuatu” atau ”asupan” terhadap tulisan kita. Jika ada nilai intrinsik positif yang bisa kita masukkan ke dalam tulisan kita, mengapa tidak?
**
Perjalanan saya di situs ini pun mulai gamang selama kurang lebih 3 bulan yakni sekitar pertengahan semester kedua tahun ini. Setiap hari aku selalu sibuk bertanya dalam hati. Jika energi yang kugunakan untuk menulis ”coretan biasa saja” itu sama dengan energi yang kugunakan untuk menulis ”coretan yang lebih bermakna”, mengapa tidak kupilih yang lebih baik? Yang lebih bermanfaat. Yang mempunyai asupan gizi lebih. Yang mempunyai nilai tambah positif bagi pembacanya. Yang sanggup menggerakkan para pembaca untuk menuju hal dan perbuatan yang lebih baik dalam kehidupannya.
Jika itu bisa dilakukan, mengapa aku tak melakukannya?
**
Beberapa waktu kemudian, aku mulai belajar untuk menulis sesuatu yang bukan fiksi. Aku mencoba menulis tulisan tentang tips kehidupan. Aku mencari informasi sebanyak mungkin dari internet dan dari bahan pustaka. Aku lantas menggabungkannya. Menganalisisnya dan membuat struktur bahasa yang lain.
Untuk menguji tulisan non fiksiku itu, aku berusaha mengirimkannya ke lomba IB Kompasiana Blogging Day. Dan seperti diberitakan di lapak admin, setidaknya tulisanku sudah bisa menghiasi lomba ini. Melihat kenyataan itu, aku menjadi sedikit terharu. Aku telah menyelesaikan banyak tulisan fiksi, tapi justru tulisan non fiksi pertamaku yang sanggup berjajar pede dengan banyak tulisan bermutu di situs ini.
Diskusi dengan teman cewekku kemarin, dia sempat mengatakan kepadaku bahwa sebenarnya aku bisa membuat tulisan non fiksi yang lebih bermakna. Bukan hanya lamunan menjulang, atau angan-angan yang panjang. Bukan khayalan yang memabukkan, dan bukan pula rekaan yang dipaksakan.
Aku mengamini pendapat teman cewekku itu, tapi aku tetap tak mau bergeming. Tulisan non fiksi telah membuatku lebih kaya. Tulisan non fiksi telah membuatku lebih dewasa. Aku semakin tahu mana yang harus fiksi, dan mana yang harus non fiksi.
Tapi sungguh!!! Aku tak akan pernah meninggalkan tulisan fiksi. Sebab, tanpa aku berlatih menulis cerita fiksi, tak mungkin aku bisa sedewasa ini. Jika aku tak menulis fiksi, tak mungkin aku mau belajar dan mengamati. Jika aku tak menulis fiksi, tak mungkin aku bisa meracik kepekaan rasa dan kepedulian karsa. Dari banyak orang dan dari banyak kejadian.
Meski tentu saja aku tak akan lelah untuk belajar lagi. Belajar dan belajar terus. Sampai nanti.[ ]
Salam Kompasiana,
Dari Kota Reyog Ponorogo,
ZUHDY TAFQIHAN
nb:
Bagi kompasianer yang ingin melihat tulisanku yang ada di peringkat 3 Ib Kompasiana Blogging Day, bisa dilihat DI SINI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H